BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kultur
jaringan ialah sesuatu sistem pengembangbiakan tanaman dengan menggunakan
bagian-bagian tanaman yang berukuran kecil sampai sangat kecil baik berupa
organ, jaringan, maupun sel-sel tanaman dalam media buatan dengan kondisi yang
aseptis secara in-vitro, kemudian beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
Awal
dari kultur jaringan ini dimulai dari pembuktian sifat totipotensi sel yang
dikemukakan oleh schwan dan schleiden (1883). Ghothlieb haberlandt (1902) seorang
botanis yang dianggap sebagai pelopor kultur
jaringan, mengemukakan hipotesis bahwa sel tanaman yang diisolasi dan
dikondisikan pada lingkungan yang sesuai akan tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman lengkap.
Foolke
dan skoog pada tahun 1940-an menemukan
zat pengatur tumbuh auksin, yaitu IAA
dan NAA yang sebelumnya diketahui dapat merangsang pertumbuhan akar ternyata
dapat merangsang pertumbuhan in-vitro tetapi menghambat pertumbuhan mata tunas.
Pada tahun1951 skoog dkk menemukan senyawa fospat anorganik dan organik adenin atau adenosin
dapat merangsang pertumbuhan mata tunas.
Pada
tahun1995 carlos miller dkk (juga bekerja sama dengan skoog) menemukan kinetin,
satu penemuan pertama hormon sitokinin dan auksin dalam mengontrol pembentukan
akar dan tunas dalam kultur jaringan tanaman. Toshio murashige, dan skoog ((1962) mempublikasikan media MS yang
sampai sekarang cocok untuk kultur jaringan banyak tanaman dan di
gunakan secara luas di lab kultur jaringan di dunia. Penggunaan teknis kultur
jaringan untuk memproduksi tanaman bebas virus.
2. kelebihan,
kelemahan, dan manfaat
a)
kelebihan
Ø Untuk
memperbanyak tanaman tertentu yang sulit dan lambat diperbanyak secara
konvensional
Ø Tidak
memerlukan tempat yang luas
Ø Dapat
di lakukan sepanjang tahun tidak mengenal musim
Ø Bibit
yang di hasilkan sehat dan seragam
Ø Memungkinkannya
di lakukannya manipulasi genetik
Ø Stok
tanaman dapat di simpan dalam waktu yang lama
b)
kelemahan
Ø Di
butuhkan biaya awal yang relatif tinggi untuk labotorium dan bahan kimia
Ø Di
butuhkan keahlian khusus untuk melaksanakannya
Ø Tanaman
yang di hasilkan berukuran kecil, aseptikdan biasa hidup di tempat yang
kelembabannya tinggi sehingga memerlukan aklimatisasi ke lingkungan eksternal
Ø Metode
setiap spesies tidak sama
c)
manfaat
Ø Produksi
tanaman bebas patogen
Ø Produksi
bahan-bahan farasi
Ø Pelestarian
plasma nutpah
Ø Pemuliaan
tanaman dan rekayasa genetika
Ø Perbanyakan
tanaman klonal dengan cepat
Kultur
jaringan sampai saat ini di gunakan
sebagai suatu istilah umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptis
dalam wadah yang umumnya tembus cahaya.
Sering juga kultur aseptis di sebut juga dengan kultur in-vitro yang artinya
sebenarnya adalah kultur di dalam gelas.
Dalam
pelaksanaannya di jumpai beberapa tipe-tipe kultur, yaitu :
1. Kultur
biji (seed culture) kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji atau seedling.
2. Kultur
organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan organ
seperti : ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga, buah
muda, inflorescentia, buku batang dan akar dll.
3. Kultur
kalus (callus culture), merupakan kultur yang mengunakan jaringan sekumpulan sel biasanya berupa jaringan
parenkim sebagai bahan eksplannya.
4. Kultur
suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media cair dengan
pengocokan terus menerus menggunakan shaker dan menggunakan agregat sel sebagai
bahan eksplannya, biasanya eksplan yang di gunakan berupa kalus atau jaringan
meristem.
5. Kultur
protoplasma, eksplan yang di gunakan adalah el yang telah di lepas bagian dinding
selnya menggunakan bantuan enzim.protoplas di letakan pada media padat di
biarkan agar membelah diri dan membentuk dinding selnya kembali. Kultur
protoplas biasanya di gunakan untuk
keperluan hidrasasi somatik atau fusi (fusi 2 protoplas baik intra
spesifik maupun interspesifik).
6. Kultur
haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yakni
kepala sari, tepung sari kultur polen, ovule sehingga dapat di dapatkan tanaman
haploid.
BAB II
PROSEDUR DASAR
DI RUANGAN LABORATORIUM KULTUR JARINGAN
Teknis
Sterilisisasi Pada Inisasi Kultur Jaringan
Dalam
kultur jaringan, inisasi kultur jaringan yang bebas dari kontaminan merupakan
langkah yang sangat penting. Bahan tanaman yang dari lapangan mengandung debu, kotoran-kotoran,
dan berbagai kontaminan hidup pada permukaannya. Kontaminan dapat hidup berupa
cendawan, bakteri, serangga dan telurnya, tungau serta sporanya. Bila
kontaminan ini dihilangkan, maka pada median yang mengandung gula, vitamin dan
mineral.
Pada
beberapa jenis tanaman, ditemukan juga kontaminan yang berasal dari dalam
jaringan tanaman terutama bakteri. Pada
bahan tanaman yang mengandung kontaminan internal harus diberikan perlakuan
antibiotik atau fungisida yang sistemik.
Setiap
bahan tanaman mempunyai tingkat kontaminan permukaan yang berbeda, tergantung
dari :
1) Jenis
tanamannya
2) Bagian
tanaman yang di pergunakan
3) Morfologi
permukaan misalnya berbulu atau tidak
4) Lingkungan
tumbuhnya green house atau lapangan
5) Musim
waktu mengambil, musim hujan atau kemarau
6) Umur
tanaman, seedling atau tanaman dewasa
7) Kondisi
tanamannya, sakit atau dalam keadaan sehat
Keadaan
ini menyulitkan penentuan suatu prosedur sterilisasi standar yang berlaku untuk
semua tanaman. Juga sukar untuk menentukan prosedur standar yang dapat di
pergunakan untuk suatu jenis tanaman yang berasal dari tempat berbeda.
Dalam
sterilisasi bahan tanaman, hal yang penting yang mendpat perhatian adalah bahwa
sel tanaman dan kontaminan adalah sama-sama benda hidup.
Teknik
Sterilisasi Eksplan
Tabel
macam-macam saterilan, kisaran konsentrasi dan lama waktu perndaman
No
|
Bahan
|
Konsentrasi
|
Lama
perendaman
|
41
|
Kalsium hipoklorid
|
1-10%
|
5-30menit
|
22
|
Natrium hipoklorid
|
1-2%
|
7-15 menit
|
33
|
Hidrogen peroksida
|
3-10%
|
5-15 menit
|
44
|
Gas klorin
|
-
|
1-4 jam
|
55
|
Perak nitrat
|
1%
|
5-30 menit
|
66
|
Merkuri klorid
|
0.1-0.2%
|
10-20 menit
|
77
|
Betadine
|
2.5-10%
|
5-10 menit
|
88
|
Benlate
|
2 gam%
|
20-30 jam
|
99
|
Antibiotik
|
50 mg%
|
½-1 jam
|
110
|
alkohol
|
70%
|
½-1menit
|
Bahan-bahan
sterilisasi ini pada umumnya bersipat tocix terhadaap jaringan tanaman.
Pembilasan yang berkali-kali sesudah perendaman didalam larutan sterilisasi. Sangat perlu dilakukaan
untuk menghilangkan sisa-sisa bahan aktif yang menempel dipermukaan bahan
tanaman. Dalam sterilisasi kadang-kadang digunakan dua atau lebih bahan
sterilisasi.
Bahan-bahan
yang sudah bersih dikecilkan sampai ukuran tertentu, ukurannya harus lebih
kecil dari ukuran eksplan yang direncanakan. Bahan kemudian direndam dalam larutan
fungisida dan anti biotik. Setelah waktu perendaman tercapai bahan ditiriskan
dan dibawa ke dalam laminar air flow cabinet.
LAMINAR
AIR FLOW
Laminar
air flow ialah alat yang digunakan dalam
pekerjaan mempersiapkan bahan tanaman,
penanaman, dan pemindahan tanaman dari suatu botol ke botol lain dalam
kultur jaringan. Laminar air flow meniupkan udara steril secara kontinyu
melewati tempat kerja, sehingga tempat kerja bebas debu dan spora yang mungkin
jatuh kedalam media sewaktu pelaksanaan
penanaman. Aliran udara yang berasal dari
udara ruangan ditarik kedalam melalui filter pertama (pre filter:
pori-pori 5µm) yang kemudiaan ditiupkan
keluar melelui filter yang sangat
halus yang disebut HEBA (High Eficiency Particulate Air Filter) pori–pori 0,3µm
dengan menggunakan blower.
MENYIAPKAN
BAHAN EKSPLAN
Eksplan
atau bahan tanam ialah bagian kecil jaringan atau organ yang diambil dari tanaman induk kemudian dikulturkan
ketepatan dalam dalam menyiapkan eksplan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi inisiasi eksplan.
a) Syarat
Bagian Tanaman Sebagai Bahan Eksplan
Bagian
tanaman yang yang dapat dijadikan
eksplan adalah akar, pucuk, daun, bunga, buah muda, dan tepung sari. Faktor
yang dimiliki oleh eksplan itu sendiri yaitu: ukuran, umurnya, sumber genotip
dan sterilitas eksplan.
Ukuran
eksplan yang terlalu kecil mempunyai
daya tahan kurang dibandingkan dengan ukuran yang lebih besar, ukuran
ekspalan yang baik adalah 0,5-1 cm tetapi ini tidak mutlak untuk setiap eksplan
karena tergantung pada material tanaman dan jenis tanamannya.
Umur
fisiologis pun berpengaruh terhadap kemampuanya untuk beregenerasi jaringan tanaman yang masih muda yang
meristematik (sel-sel masih aktif membelah) lebih mudah beregenerasi
dibandingkan yang lebih tua. Yang termasuk
jaringan merismatik adalah pucuk apikal, pucuk lateral, dan pucuk axial.
b) Karakter
Bahan Tanaman Sebagai Eksplan
Pada
dasarnya setiap bagian tanaman dapat
dijadiakn sebagai bahan eksplan, tetapi dalam memilih bagian tanaman yang akan
dikulturkan harus mempertimbangkan
faktor kemudahan beregenerasi dan tingkat kontaminasinya.
Bagian
tanaman yang mengandung persediaan makanan
serta bahan-bahan lain untuk pertumbuhan, seperti umbi adalah lebih mudah untuk beregenerasi dibanding dengan bagian tanaman yang kurang
mengandung bahan makanan. Bagian yang berasal dari akar yang tumbuh didalam
tanah, tingkat kontaminannya lebih tinggi di bandingkan dengan bagian bagian
tanaman yang ada diatas permukaan tanah seperti pucuk atau daun.
PEMBUATAN
MEDIA KULTUR JARINGAN
pembuatan
media kultur jaringan
memerlukanperalatan gelas yang bersih air berkualitas tinggi, bahan
kimia murni, dan pengukuran semua bahan-bahan media yang hati-hati. Media
kultur harus berisi hara makro ddan mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman, demikian pula sumber karbohidrat,vitamin, agar dan ZPT atau ekstrak
tanaman yang diperlukan
Hara
Makro
larutan
hara makro dapat dibuat 10 atau 20 kali lipat dari konsentrasi akhir. Larutan
stok untuk garam kalsium disarankan untuk dipisahkan untuk mencegah
pengendapan. Larutan hara makro dapat disimpan dengan aman untuk beberapa
minggu dalam keadaan gelap ditempat yang sejuk. Penyumpanan di refrigator pada
suhu 2oC - 4 oC merupakan kondisi yang terbaik.
Hara
Mikro
Larutan
stok hara mikro dibuat 100 kali lipat dari konsentrasi akhir. Peenyimpanan
larutan ini sebaiknyaa di refrigator atau freezer. Bisa bertahun selama satu
tahun.
Vitamin
]larutan
vitamin dibuat sebanyak 100 atau 1000
kali lipat dan disimpan dalam freezer(-20 Oc). Bisa tahan 2-3 bulan.
Jika tak ada refrigator atau freezer maka larutan vitamin bisa dibuat kkeetika
media akan dibuat.
Zat
Pengatur Tumbuh
NAA
dan 2,4 –D termasuk zpt yang stabil dan
dapat disimpan pada suhu 4 oC selama beberapa bulan, sedangkan
larutan IAA harus disimpan didalam ffreezer ppada suhu -20 oC.
larutan di buat sebanyak 100 atau 1000 kali. Sedangkan NaOH 1N digunakan untuk melarutkan NAA, juga untuk
melarutkan IAA dan 2,4-D. apabila melarutkan menggunakan HCL atau NaOH,Ph llarutan harus diatur 5,5-5,8.
PENCAMPURAN
KOMPONEN MEDIA
1. Persiapan
Bahan dan Alat
Bahan-bahan
yang diperlukan untuk pembuatan MS 1 liter berdasarkan perhitungan adalah :
a. Larutan
stok:
v Makro
: KNO3, NH4NO3, CaCl2, 2H2O,
MgSO4.7H2O, dan KH2PO4.
Masing-masing 50 ml.
v Mikro
1 : campuran H3BO3, Na2MoO4.7H2O,
CoCl2.6H2O dan Kl (10 ml)
v Mikro
2 : campuran MnSO4, ZnSO4.7H2O dan CuSO4.5H2O
(10 ml)s
v Mikro
Fe-EDTA campuran FeSO4.7H2O dan Na2EDTA (10
ml)
v Vitamin
yaitu campuaran glisin asam nikotin, piridoksin HCl dan thiamin HCl (10)
b. Komponen
media yang lain
v gula
30 g
v Agar-agar
8 g
v Mio-inositol
0,1 g (bila dipisahkan dari stok vitamin)
v Aquades
Alat-alat
yang diperlukan untuk pembuatan media MS sebanyak 1 liter :
Ø Botol-botol
kultur
Ø Timbangan
Ø Hot
plate dengan pengaduk magnet
Ø Alat-alat
gelas
Ø Erelen
meyer, wadah untuk mencampurkan bahan
Ø Gelas
piala tempat aquades
Ø Labu
takar atau gelas ukur
Ø Pipet
tetes dan botol semprot
Ø PH
meter
2. Mencampur
bahan media
Ada
beberapa langkah dalam mencampur media yaitu :
Prinsip
dalam pencampuran larutan pertama – tama adalah menuang sejumlah air aquades
kedalam wadahkurang lebih 1/3 volume wadah sebelum melarutkan sejumlah bahan
kedalamnya.
a. Pencampuran
bahan dan media dilakukan satu persatu
setelah bahab satu melarut baru diikuti dengan bahan yang lainnya.
b. Diusahakan
selalu mencatatsetiap mencampur agar tidak terjadi kekeliruan.
c. Langkah
akhir dalam membuatlarutan adalah menempatkan volume larutan dengan cara
menambahkan aquades sampai tanda tera pada wadah yang digunakan. Mencampur
bahan media untukuntuk pembuatan media 1 liter adalah sebagai berikut. Kedalam
erlen meyer berukuran 1 liter dimasukan aquades kira-kira 300 ml, larutkan gula
diikuti mio- inositol kedalamnya setelah gula melarut sempurna dengan diaduk
secara merata. Larutan-larutan stok di masukan satu persatu, setelah satu
bahan melarut diikuti bahan lainnya.
Larutan yang sudah dipakai masukan kembali kedalam pendingin. Hasil pencampuran
media dituangkan erlen meyer ke labu takar atau gelas ukur untuk di tepakan
volumenya. Menjadi 1 liter. Dengan menambah
aquades sampai mendekati tanda tera ( disisakan sedikit untuk keperluan
pengecekan pH yang biasanya ada penambahan3-5 tetes atau 3-5 ml). Biasanya
untuk keperluan praktis langsung di tera tepat 1 liter.
1.
Penimbangan
Pada
saat pembuatan media, semua bahan yang
ditimbanga harus dilakukan dengan hati-hati, meskipun dalam pembuatan skala
komersial. Setiap penggunaan timbangan
atau alat-alat lain harus memperhatikan intruksi dari pabriknya. Timbangan yang
digunakan adalah top loading balancing dan analitical balancing, yang
akurasinya penimbangan sampai skala miligram.
Beberapa persyaratan yang harus
diperhatikan agar diperoleh timbangan yang akurat yaitu :
a. Timbangan
harus di simpan pada tempat yang keras, stabil, permukaan rata yang bebas
getaran dan kebocoran.
b. Daerah
penimbangan terjaga keberesihannya
c. Penimbangan
jangan overload
d. Alas
timbangan menggunakan wadah yang ringan
2.
Pengukuran
Cairan
Peralatan
gelas yang mempunyai ukuran seperti
gelas piala, erlen meyer dan pipet diperlukan untuk pembuatan media. Gelas ukur
kapasitas 10, 25, 100, dan 1000 ml dapat digunakan untuk mengukur volume,
tetapi pengukuran yang lebih akurat
diperlukan labu ukur dan pipet. Pengukuran larutan akan tepat bila bagian dasar cekungan dan antara air dan
udara berada tepat pada tanda pengukuran.penggunaan pipet harus di bantu oleh
pipetor (alat penghisap larutan). Jenis-
jenis pipetor adalah :
a. Tipe
bola penghisap yang di lengkapi bbeberap[a katup pengontrol
b. Pipet
penghisap yang dioperasikan oleh roda kecil ppada bagian atas
c. Alat
ppenghisap dengan bantuaan alat pemompa
udara secara elektrik
d. Pippet
mikro, biasanya untuk pengambilan
larutan dengan volume kecil
3.
Membersihkan
Peralatan Gelas
Metode konvensional pencucian
peralatan gelas di lakukan dengan merendam gelas dengan larutan adam kromat
yang di ikuti dengan air kran dan aair destrilisasi. Karena aam kromat dapat
menyebabkan korosit, maka cara in banyak di tinggalkan kecuali untuk pemilasan
gelas yang terkontaminasi tinggi. Pencucian yang lebih aman adalah dengan air
panas (>700C) + sabun, di ikuti dengan pembilasan air panas dan
air destilisasi, peralatan gelas yang sudah di cuci, di keringkan dalam oven
dengan suhu 150oC di bungkus dengan alumunium foil, kemudian di
simpan dalam lemari tertutup.
4.
Sterilisasi
Bagian yang sangat penting dalam
teknik in vitro adalah sterrilisasi bahan tanaman dan media serta menjaga
kondisi yang asepik yang telah di capai. Bakteri adalah jamur dan bakteri
adalah dua kontamianan yang banyak di jumpai dalam kultur. Spora jamur sangaat
ringan dan ada di sekeliling lingkungan. Apabila jamur dan spora konta dengan
media kultur dan kondisinya optimal untuk perkecambahan jamur maka akan terjadi
kontaminasi.
·
Sterilisasi Ruang
Kultur dan Ruang Transper
Sterilisasi ruang kultur yang baik
adalah di gunakan dengna sinar ultraviolet. Waktu sterilisasi bervariasi
tergantung dari ukuran ruang trasper itu sendiri dan harus di lakukan dengan
tidak ada kegiatan di ruangan tersebut. Radiasi UV sangaat berbahaya bagi mata
dan kulit, ruang transper juga dapat di sterilisasikan dengan mencuci atau mengepel
1-2 bulan dengan bahan anti jamur komersial. Ruang kerja dalam laminar flow
biasanya sudah di lengkapi dengan lampu UV, sehingga sterilisasi di lakukan
dengan lampu UV dan di ikuti dengan membasuh peermukaan tempat kerja dengan
laminar dengan alkohol 95% sebelum mulai bekerja. Ruang kultur harus di
bersihkan dengan sabun kemudian di lap dengnana-hipoklorit 2% pembersih lain
yang mengandung desipektan atau alkohol yang berkadar 95%.
·
Sterilisasi Peralatan
Gelas dan Peralatan Lain
Peralatan yang terbuat dari metal
dan gelas, alumunium foildapat di sterilisasikan dengan caara pengeringan
dengan oven pada suhu 1300C-170 0C selama 2-4 jam. Semua
peralatan tersebut harus di bungkus sebelum di oven, tetapi jangan memakai
kertas karena akan terdekomposisi pada suhu 170 0C . untuk perlatan
di sekdi yang akan di gunakan pada ruang transper atau lamina, setelah di
sterilisasi dalam oven harus terlebih dahulu pada alhohol 96% kemudian di bakar
dalam lampu bunsan. Teknik ini di sebut sterilisasi pembaaran, teknik ini harus
dilakukan dengan hati-hati.
Autoclave adalah metode sterilisasi
dengan menggunakan tenaga uap air, bahan-bahan atau alat yang dapat di sterilisasikan
dengan cara autoclave ini antara lain kapas penutup tabung, saringan dari
nylon, pakaian lab dan tutup plastik, peralatan gelas pipet, air, dan media kultur,
hampir semua mikroba dapat mati bila di autoclave pada suhu 1200 C
dengan tekanan 15 psi selama 15-20 menit.
·
Sterilisasi Media
Ada dua metode untuk sterilisasi
media yang umum di gunakan, yaitu dengan autoclave dan filter membran. Media
kultur, air desterilisasi dan campuran yang stabil dapat di sterilisasikan
dengan autoclave dengan mengguakan wadah yang ditutup dengna kapas, alumunium
foil dan tutup plastik, akan tetapi bahan yang bukan besipat tidak stabil harus
menggunakan filter.
Umumnya media yang di aucleve pada
tekanan 15 psi dengan suhu 121 0C. Untuk volume larutan perwadah
yang sedikit.
Kompnen-Komponen
Dalam Media Kultur Jaringan
Salah
satu paktor paling penting dalam kaitannya dengan pertumbuhan dan morfogenesis
dari jaringan tanaman dalam adalah komposisi dari media kultur. Sumber hara
yang di butuhkn oleh sel-sel tanaman adalah sama dengan hal yang di butuhkan
oleh tanaman itu sendiri. Media dalam kultur jaringan tanaman umumnya terdiri
dari komponen-komponen sebagai berikut : hara makro,hara mikro, vitamin, asam
amino atau suplemen nitrogen lainnya,
gula bahan organik komplek, bahan pemadat, dan zat pengatur tumbuh. Beberapa formulasi
sudah umum di gunakan dalam pekerjaan kultur jaringan dan sudah di komersilkan.
Media tersebut antara lain adalah : white, murasshige, dan skoog, gamborg et.
Gauthereet, schenk dan hilbredbran, nitch, llyod dan mccown, dan lain-lain.
Media MS, Shdan BS merupakan media yang kaya akan garam-garam makro.
1.
Hara
Makro
Hara
makro terdiri dari enam unsur utama yang di butuhkan untuk pertummbuhan sel dan
jaringan tanaman, yaitu : nitrogen (N), fospor (F), kalium (K), kalcium (Ca),
magnesium (Mg) dan sulfur (S). Konsentrasi yang optimum di butuhkan untuk
mencapai pertumbuhan maksimum bervariasi di antra jenis tanaman.
Media
kultur harus mengandung sedikitnya 26-60 mM nitrogen anorganik untuk
pertumbuhan sel tanaman, sel-sel tanaman mungkin dapat tumbuh pada sumber N
dari nitrat saja, tetapi di ketahui bahwa pertumbuhan yang lebih baik adalah
apabila mengandung nitrat dan amonium. Nitrat yang di sediakan umumnya berkisar 25-40 mM, konsentrasi
amonium yang berkisar antara 2-20 mM. Akan tetapi untuk beberapa spesies konsentrasi
amonium antara >8 mM akan menghamat pertumbuhan sel. Sel-sel dapat tumbuh
dalam media kultur yang hanya mengandung
amonium sebagai sumber nitrogen jika satu atau lebih mengandung asam-asam yang terlibat dalam siklis TCA juga terdapat
dalam media pada konsentrasi sekitar 10 mM. Apabila nitrat dan amonium sebagai
sumber nitrogen di gunakan bersama dalam media maka ion-ion amonium akan di gunakan lebih cepat di
bandingkan dengan ion-ion nitrat.
2.
Hara
Mikro
Hara
mikro yang paling di butuhkan untuk pertumbuhan sel dan jaringan tanaman dalam
mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), dan terusi (Cu). Besi
dan seng yang di gunakan dalam pembuatan media dalam bentu yang ter ”chelate”.
Besi adalah yang paling kritis di antara semua hara mikro, besi sitrat dan tartrat
dapat di gunakan sebagai media kultur, tetapi senyawa ini sulit larut dan
biasanya akan terpresipitasi setelah media di buat. Masalah ini di pecahkan
oleh Murashige dan skog dengan men chelate besi dengan asam etilen diamintetrasetik
(EDTA).
3.
Karbon
dan Sumber Energi
Sumber
karbohidrat yang biasanya di gunakan dalam media kultur jaringan adalah
sukrosa. Glukosa dan fruktusa dalam beberapa hal dapat digunakan untuk
mengganti sukrosa, dimana glukosa
mempunyai efektifitas yang sama dengan sukrosa di banding dengan
fruktosa. Konsentrasi sukrosa
normal berkisar antara 2 % dan 3%.
Karbohidrat
harus tersedia dalam media kultur jaingan
karena sedikit sel dari jenis sel
tanaman yang diisolasikan dapat bersipat autotropik, yaitu kemampuan
menyediakan kebutuhan karbohidrat itu
sendiri melalui asimilasi CO2 selama fotosintesa. Sukrosa dalam
media kultur secara cepat akan terurai menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa
adalah yang pertama digunakan oleh sel,
diikuti oleh fruktosa. Saat media di
sterilisasi oleh autoclave, sebagian sukrosa akan mengalami hidrolisa. Apabila
sukrosa yang di autocllave ada bersama
komponen lain maka proses hiddrolisa
akan lebih besar. Kultur dari beberapa spesies tanaman akan tumbuh baik pada media yang sukrosanya diautoclave di
bandingkan dengan media lain yang sukrosanya disterilisasi dengan filter. Hal
ini dimungkinkan akan menguntungkan sel-sel
karena tersedianya glukosa dan fruktosa.
4.
Vitamin
Vitamin disintesa pada tanaman normal untuk
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya. Vitamin dibutuhkan oleh tanaman
sebagai katalis dari berbagai macam proses metabolik. Pada saat sel dan jaringan ditumbuhkan secara
in-vitro, beberapa vitamin mungkin menjadi faktor pembatas
untuk pertumbuhan sel. Vitamin yang sering digunakan dalam media kultur adalah thiamin (B1), asam nitrat, piridoksin (B6) dan mio ino sitol.
Umumnya
hampir semua sel tanaman memerlukan
thiamin untuk pertumbuhannya. Konsentrasi thiamin yang digunakan dalam media biasanya berkisar antara 0,1-10
mg/l. Asam nikotinat dan piridoksin termasuk vitamin yang sering digunakan
dalam media kultur tetapi untuk beberapa jenis tanaman bukan merupakan komponen
yang esensial untuk petumbuhan selnya. Asam nikotinat umumnya digunakan
pada konsentrasi 0,1-5 mg/l. Sedangkan
piridoksin antara 0,1-10 mg/ l.
5.
Asam
Amino dan Sumber Nitrogen Lainnya
Meskipun secara normal sel-sel yang
dikulturkan dapat mensintesa kebutuhan asam aminonya, tetapi penambahan asam
amino tertentu atau campuran asam amino dapat digunakan untuk membantu menstimulasi
pertumbuhan sel. Penggunaan asam amino
penting bagi penetapan kultur sel dan kultur protoplas. Asam amino yang tersedia dalam sel tanaman merupakan sumber nitrogen yang dapat segera
digunakan, dimana asam amino akan diserap oleh sel lebih cepat di banding sumber
nitrogen anorganik.
Sumber nitrogen organik yang paling banyak
digunakan dalam media kultur adalah asam amino campuran (casein hidrolisat),
l-glutamin, l-asparagin dan adenin.
Casein hidrolisat umumnya
digunakan pada konsentrasi antara 0,05-0,1%. Asam amino biasanya ditambahkan
pada media terdiri dari beberapa macam, karena sering diperoleh bahwa penambahan satu jenis asam amino saja justru dapat
menghambat pertumbuhan sel. Untuk meningkatkan pertumbuhan sel adalah glisin 2 mg/l,
glutamin hingga 8 mg, asparagin mg/l, arginin dan sistein 10 mg/l, dan tirosin
100 mg/l. Adenin sulfat juga sering
ditambahkan pada media kultur yang fungsinya dapat menstimulir
pertumbuhan sel dan meningkatkan pembentukan tunas.
6.
Bahan Organik Komplek
Penambahan berbagai macam ekstrak organik
pada media kultur sering
memberikan respon pertumbuhan yang
diinginkan. Bahan organik komplek
tersebut antara lain protein hidrolisat,
air kelapa, ekstrak ragi, ekstrak malt, pisang , jus jeruk, jus tomat. Diantara bahan organik
tersebut yang paling banyak
digunakan hingga saat ini adalah air
kelapa dan protein hidrolisat. Protein hidrolisat biasanya ditambahkan pada konsennnntrasi 0,05-0,1%, sementara air
kelapa biasanya adalah 5-20%.
Arang
aktif juga sering digunakan pada media
kultur. Beberapa hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan dan juga dapat merugikan. Pada kultur
beberapa tanaman seperti anggrek,
bawang, wortel, dan tomat dapat
menstimulir pertumbuhan diferensiasi, tetapi pada kultur tanaman tembakau
, kedelai dan teh justru akan menghambat
pertumbuhan.
Pengaruh arang aktif umumnya
diarahkan pada salah satu
dari hal berikut :
a. Penyerapan
senyawa-senyawa penghambat, penghambatan
pertumbuhan karena kehadiran arang aktif
karena menyerap ZPT, NAA. Kinetin, BAP, IAA dan 2ip semuanya dapat terikat oleh
arang aktif.
b. Penyerapan
zat pengatur tumbuh. Arang aktif dapat menstimulasi pertumbuhan
sel karena kemampuan arang aktip mengikat senyawa fenol yang bersifat
toksik yang diproduksi biakan
selama dalam kultur.
7. Bahan
Pemadat dan Penyangga Biakan
Media kultur dapat dibuat padat atau semi
padat, yaitu bahan pemadat berupa
agar. Di bandingkan bahan pemadat
lain, akan mempunyai beberapa keuntungan,
yaitu :
a. Saat
dicampur dengan air, agar akan terbentuk
bila dilelehkan pada suhu 60 OC-
100 OC dan memadat pada
suhu 45 oC.
b. Gel
agar besipat strabil pada saat inkubasi.
c. Agar
gel tidak bereaksi dengan komponen dalam
media dan tidak dicerna oleh enzim
tanaman.
Kualitas
fisik agar dalam media kultur tergantung
pada konsentrasi dan merek agar serta
pH media. Konsentrasi agar yang digunakan dalam media adalah 0,5-15.
Kemurnian
agar yang digunakan dalam media kultur
juga merupakan faktor yang penting. Agar
yang mengandung Ca, Mg, K dan Na dapat mempengaruhi ketersediaan hara dalam
media. Oleh karena itu penggunaan agar yang murni sangat diperlukan terutama
untuk percobaan. Untuk memurnikan agar dapat dilakukan dengan cara mencuci dengan air destilasi
selama 24 jam kemudian di bilas dengan ethanol.
8. Zat
Pengatur Tumbuh
Terdapat
empat kelas zat pengatur tumbuh (ZPT)
yang penting dalam kultur jaringan
yaitu : auksin, sitokinin, giberilin dan asam absisik. Auksin dan
sitokinin yang ditambahkan dalam media kultur mempunyai tujuan untuk
mendapatkan morfogenesis, meskipun perbandingannya untuk induksi akar dan tunas bervariasi
baik ditingkat genus, spesies maupun
kultivar.
Auksin
yang umum digunakan dalam media kultur
adalah indole-3-acetic acid (IAA), indole-3-butiric acid (IBA), `2,4
dichorophenoxyatic, acid. Dan napthalene acetic acid (NAA). IAA adalah jenis auksin
yang alami yang di temukan dalam
tanaman. Senyawa jenis
auksin lai nya adalah auksin sintetik yang mempunyai tingkat aktivitas yang berbeda. Auksin lainnya yang di gunakan dalam media kultur 4-clorophenocyatic acid (2,4,5-T),
3,6 dchloro-2-methoxiex benzoix, dan 4-amino trichloloropiconolinic acid
(picloram).
Tahapan-tahapan
pada mikropropagasi
Ada
lima tahapan dalam melakukan mikropropagasi, yakni :
1. Tahap
0 : tahap persiapan
2. Tahap
1 : tahap induksi
3. Tahap
2 : tahap multiplikasi
4. Tahap
3 : tahap pengakaran
5. Tahap
4 : tahap transpalansi kemedia terestial
Tahap 0 : tahap
persiapan, seleksi dan persiapan pohon induk.
Tahapan
ini dilakukan sebelum eksplan diambil
untuk perbanyakan. Pohon induk yang akan
digunakan sebagai sumber eksplan harus dipilih secara hati-hati. Pohon ini harus mempunyai vigor yang sehat dan bebas dari segala serangan hama atau penyakit. Harus diperhatikan juga bahwa pemilihan tanaman
yang akan diambil eksplan perlu di perhatikan khusus.
Perhatian-perhatian itu ialah :
1. Penanaman di green house atau pot untuk mengurangi sumber kontaminan
2. Pemberian
lingkungan yang sesuai atau perlakuan kimia untuk percepatan multiplikasi
dalam kondisi in-vitro
3. Indexing
atau prosedur lain untuk mengetahui adanya penyakit sistemik atau virus serta
bakteri
4. Perangsangan
tunas-tunas dorman
Permulaan
pengerjaan kultur jaringan masalah
terbesarnya adalah kontaminasi. Tempat
pengambilan eksplan sangat berpengaruh
besarnya resiko kontaminasi oleh infeksi
jamur. Eksplan yang diambil dari rumah kaca
yang terjamin kondisi kehigienisanya.
Pada
tahap 0 termasuk juga beberapa intervensi yang dapat membuat eksplan
lebih sesuai atau lebih sesuai atau lebih siap sebagai material awal.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam tanaman induk kultur jaringan adalah
cahaya, temperatur dan zat pengatur tumbuh.
Cahaya
Pada tanaman
petunia yang diberi perlakuan
cahaya sinar merah dengan panjang
gelombang 640-700 nm pada sore hari dapat memacu pertumbuhan percabangan sedangkan pada
tanaman yang di sinari dengan panjang gelombang 700-795 nm menyebabkan
pertumbuhan tunas terminal yang tegak
dan tidak stabil.
Temperatur
Umbi
lapis tanaman kebanyakan mengalami dormansi, untuk memecahkan dormansi
dan memacu pertumbuhan perlu adanya perlakuan penyimpanan didalam ruang dingin
dengan temperatur 4 0C untuk umbi. Perlakuan dingin untuk
dapat memacu pertumbuhan anak umbi
yang lebih berat pada tanaman hyacin.
Zat pengatur
tumbuh
Adanya
BA pada perkecambahan biji dapat
menyebabkan kotiledon yang diambil dari perkecambahan tersebut akan lebih mudah
melakukan regenerasi lebih efisien. Untuk menambah respon eksplan tanaman kayu,
tanaman induk dapat diperlakukan dengan
larutan sucrose, 8-hydroxyquinoline citrate, BA, dan GA3.
Tahap 1 : tahap
awal atau induksi
Tahap
ini sangat penting untuk keberhasilan
mikropropagasi keberhasilan dapat dilihat dari penanaman eksplan pada kondisi aseptis, dan
harus diikuti oleh pertumbuhan awal eksplan sesuai dengan tujuan penanaman. Setelah 1-2 minggu inkubasi,
kultur yang terkontaminasi oleh bakteri dan jamur dibuang. Tahap ini selesai
dan kultur bisa di pindahkan ketahap berikutnya bila eksplan yang tidak
terkontaminasi telah tumbuh sesuai yang di harapkan.
Untuk
tanaman yang mengalami kontaminasi berat eksplan dapat ditanam dalam media inkubasi yaitu media yang mengandung gula dan agar saja dengan tujuan untuk isolasi
eksplan yang tidak terkontaminasi sebelum di inisiasi pada tahap satu
mikropropagasi.
Tujuan
dari tahap ini adalah memproduksi kultur axenic. Untuk kebanyakan pekerjaan mikropropagasi eksplan yang dipilih
adalah tunas aksilar atau terminal. faktor-faktor yang berpengaruh pada tahap
ini adalah :
Ø Umur
tanaman induk
Ø Umur
fisiologis dari eksplan
Ø Tahap
perkembangan dari eksplan
Ø Ukuran
dari eksplan
Ketika
jaringa tanaman diekspos pada situasi
strees seperti luka mekanikal,
metabolisme fenolik komplek tersimulasi. Intervensi ini menyebabkab reaksi
hipersensitif, seperti :
Ø Melepaskan
isi sel-sel yang rusak
Ø Reksi
–reksi didalam sel tetangganya yang
menunjukan adanya luka
Ø Mati
premature dari sel- sel
Pada
umumnya metabolisme fenolik komplek
mempunyai 3 tipe reaksi dalam merespon strees atau luka yakni :
Ø Oksidasi
dari terbentuknya fenolik komplek
Ø Pembentukan
turunan monomerik
Ø Pembentukan
turunan polimer monomerik
Tahap 2 :
tahap pebanyakan
Tujuan
dari tahapan ini adalah untuk memperoleh dan memperbanyak tunas. Kultur axenic
yang telah dihasilkan pada tahap I dan II dipindahkan pada media yang kaya akan cytokinin agar eksplan dapat menghasilkan tunas yang banyak yang
selanjutnya pada tahap II nanti tunas- tunas tersebut dipindahkan pada media perakaran
untuk memacu pertumbuhan akar.
Pada
tahap ini juga eksplan dapat juga membentuk kalus atau membentuk tunas. Pada
pertumbuhan kalus sering menghasilkan embrioid dan setiap embrioid nantinya akan menhasilkan individu tanaman
baru, atau kadang memproduksi meristemoid yang akan tumbuh menjadi tunas. Kalus sering menimbulkan terjadinya aberasi
genetik yang kena yang dikenal dengan
istilah variasi somaklonal, sehingga tanaman yang dihasilkan tidak identik dengan tanaman induknya. Cara
yang lain yaitu dari jenis organ lain yang di gunakan sebagai
eksplan.
Tunas yang dihasilkan pada tahapan ini sebagai bahan perbanyakan
berikutnya, oleh karena itu pada tahapan ini dilakukan banyak subkultur untuk
melipatgandakan jumlah planlet yang dihasilkan. Pada tahap ini juga, tunas yang
dihasilkan dipotong-potong dengan teknik single–node atau multi node culture
maupun dengan mengambil pucuknya sebagai
eksplan untuk perbanyakan. Bahan ini kemudian ditanam pada media baru yang
umumnya mengandung sitokinin pada
konsentrasi yang lebih tinggi dari
auksin.
Tahap 3 :
persiapan planlet sebelum aklimtisasi
Tunas
atau planlet yang dihasilkan dari tahap II
tersebut umumnya masih sangat kecil atau tunasnya belum dilengkapi denga
akar sehingga belum mampu untuk mendukung pertumbuhanya dalam kondisi in-vitro.
Oleh karena itu, dalam tahap ini masing-masing planlet yang dihasilkan
ditumbuhkan untuk pembesaran, pengakaran perangsangan aktifitas fotosintesisnya.
Teknik untuk mendapat kan plantula yang
siap untuk dipindahkan ke media terestial pada tahap IV antara lain:
1. Media
untuk perakaran dan perpanjangan tunas
Media perakaran yang yang digunakan tanpa penambahan zat pengatur tumbuh. Kluster
tunas yang di hasilkan pada tahap II
disimpan pada media tanpa zpt dengan
kelembaban yang sangat tinggi.
2. Individu
tunas disubkulturkan dengan mengurangi konsentrasi atau tanpa penambahan
sitokinin dan konsentrasi auksin.
Tanaman hasil pengakaran diletakan
pada media padat. Atau dengan
cara memindahkan dia kemedia yang berisi auksin. Atau propagul dicelupkan dalam
larutan pengakaran sebantar dan selanjutnya ditanam dalam media tanpa auxin.
3. Tahapan
pemanjangan.
Tahapan
ini dilakukan dengan cara meletakan
propagul medium agar tanpa dengan konsentrasi yang sangat rendah sitokinin
selama 1-2 minggu. Pada tanaman lain menggunakan penambahan GA3 dalam medium.
Selanjutnya propagul dipindahkan ke media lain.
4. Penggunaan
media aklimatisasi
Penggunaan media aklimatisasi dan lingkungan
kultur dengan penyinaran yang lebih
intensitas cahayanya untuk perangsangan aktifitas fotosintesis, misalnya penggunaan
media dengan konsentrasi gula
rendah, penambahan intensitas cahaya, perlakuan dengan carbon dioksida.
Tahap 4 : aklimatisasi
Tahapan
ini adalah tahapan pemindahan planlet dari kondisi in-vitro ke kondisi in-vivo.
Tahap ini sangat penting dan harus dilakukan secara hati-hati, karena jika
tidak dilakukan dengan baik maka sebagian besar planlet yang dihasilkan dapat
mati. Planlet dikeluarkan dari botol dan agar yang melekat pada akarnya dibersihkan, direndam
dalam larutan fungisida, lalu ditanam dalam kompos atau medium porous yang
bersih untuk merangsang pembentukan akar-akar serabutnya unrtuk mencegah
kematian planlet akibat tranpirasi, planlet disungkup dengan plastik atau
ditempatkan pada ruangan dengan kelembaban tinggi, dengan suhu ruangan dan
diletakan pada ditempat yang ternaungi
dengan intensitas cahaya 30%.
Melakukan Sub
Kultur (Inokulum)
Sub
kultur dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan di perlukan agar diperoleh
pucuk atau anakan yang banyak. Satu pucuk inokulum dapat di perbanyak menjadi
20 pucuk yang dapat di pisahkan menjadi 20 propagul. Sedangkan 20
propagul tersebut masing–masing telah membentuk sejumlah pucuk dan seterusnya.
Kelebihan kultur ini adalah pucuk atau hasil perbanyakan pertama dapat langsung
di pegunakan untuk perbanyakan selanjutnya.
Kegiatan
sub kultur harus dilakukan terhadap inokulum disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
1. Tumbuhnya
eksplan cukup cepat dan telah memenuhi botol kultur
2. Media
tumbuh telah mengering yang di tandai dengan mengurangnya volume agar-agar atau
media cairnya sudah habis
3. Eksplan
lebih perlu di perbanyak lagi untuk tujuan perbanyakan tahapan selanjutnya
4. Eksplan
memerlukan media yang susunannya baru agar mengalami diperensiasi lebih lanjut
Eksplan
atau kalus yang sudah waktunya di pindahkan ke dalam media kultur yang baru
harus segera di laksanakan dan tidak boleh terlambat. Sub kultur yang terlambat
dapat menyebabkan pertumbuhan eksplan atau kalus tersebut akan terhenti atau
mengalami pengcoklatan atau bahkan akan
terkontaminasi oleh bakteri atau virus. Keadaaan eksplan kemungkinan
untuk di selamatkan kecil sekali karena spora jamur atau bakteri dapat menyebar
dengan sangat cepat sekali.
Tahap
sub kultur inokulum tujuannya agar perbanyakan eksplan selanjutnya dapat diperbanyak
dengan beberapa cara. Perbanyakan stek dengan perbanyakan buku yang di lanjutkan
sub kultur berkali kali dari buku ke tunas yang di hasilkan, diikuti dengan
perakaran tunas, misalnya pada tanaman kentang dan jati. Metode lain yang
mendorong perbanyakan tunas samping dan eksplan tunas pucuk atau stek satu buku
untuk membentuk tunas majemuk seperti pada tunas pisang, vanili, nanas dan stroberi. Perbanyakan dengan metode
perbanyakan tunas samping sering di gunakan karena relatif sederhana,
penyimpangan generatif relatif kacil, perbanyakan berlangsung cepat dan tanaman
yang di hasilkan tumbuh baik karna terjadi rejuvenasi.
Selain
perbanyakan dengan metode tersebut juga di kenal metode dengan jalur organogenesis dan embriogenesis. Eksplan pada
metode ini di rangsang pertumbuhannya untuk membentuk tunas dan embrio secara
adventif baik secara langsung maupun tidak langsung. Eksplan yang sebelumnya
tidak mempunyai titik tumbuh di kondisikan sedemikian rupa sehingga terbentuk
organisme baru.
Perbanyakan
eksplan melalui jalur organogenesis atau embriogenesis akan menghasilkan
pertumbuhan tanaman yang lengkap jika di kulturkan pada medium yang sesuai.
Pola perkembangan dapat mengikuti salah satu pola berikut :
Tanaman
( organogenesis langsung ) organ, eksplan
Tanaman
( organogenesis tidak langsung) organ , kalus, eksplan
Tanaman
( embriogenesis langsung ) embrio, eksplan
Tanaman
( embriogenesis tidak langsung ) embrio, kalus, eksplan
Salah
satu contoh organogenesis adalah terbentuknya tunas adventif dari eksplan
potongan daun tembakau. Proses embriogenesis dapat di lihat dari proses embrio
somatik dari eksplan pule pandak yang dapat di kecambahkan d di regenerasikan
menjadi tanaman pule pandak.
Melipatgandakan
inokulum pada kultur jaringan
Tahap
penggandaan inokulum dengan mendorong pertumbuhaan dan penggandaan tunas
aksilar atau untuk merangsang tunas adventif sering di gunakan sitokinin atau
campuran sitokinin dengan auksin rendah. Hal ini di karenakan penggunaan
konsentrasi sitokinin yang relatif
tinggi terhadap auksin akan merangsang inisiasi dan sebaliknya penggunaan auksin
terlalu rendah akan merangsang inisiasi akar. Jenis sitokinin yang sering di
pakai adalah BA Benzil Adenin, karena efektifitas-nya
cukup tinggi dan harganya relatif murah. Sedangkan auksin yang sering di
gunakan adalah NAA ( napthalen acetic acid).
Peralatan
yang di gunakan untuk penggandaan inokulum sama dengan perlatan standar untuk
kegiatan inokulum eksplan. Alat-alat yang diseksi terdiri dari pinset di
gunakan untuk menjepit, cawan petri di gunakan untuk alas memotong inokulum
atau di gunakn untuk menyimpan sementara potongan inokulum atau di gunakan
untuk menyimpan sementara potongan
inokulum sebelum di inokulasikan ke dalam media kultur. Lampu bunsen digunakan untuk membakar atau mensterilkan alat diseksi
dan eksplan. Mangkuk stainles di gunakan untuk tempat meletakan alat yang sudah
di bakar oleh bunsen.
Bahan
yang di gunakan dalam kegiatan penggandaan inokulum sama dengan inokulasi
eksplan yaitu : alkohol 70%, alkohol 95%,tisue steril, kertas steril dan mata
pisau. Alkoho di gunakan untuk mensterilkan laminar dan untuk mensterilkan
tangan pekerja sebelum melakukan inokulasi dalam laminar.
Prosedur
penggandaan inokulum di mulai dengan pemindahan atau sub kultur eksplan yang hidup dan tidak terkontaminasi dari tahap inisiasi kultur ke media yang
mengandung zat pengatur tumbuh sitokinin. Tunas makro yang di hasilkan dari
tahap ini selanjutnya di lakukan tahap regenersi sebelum tahap akhir yaitu
induksi perakaran inokulum.
Menyiapkan
plantlet pada kultur jaringan
Rangkaian
tahap terahhir dalam penggandaan tanaman secara kultur jaringan adalah tahap
aklimatisasi. Tahap aklimatisasi sangat penting
dan tanpa kegiatan ini tahap kultur jaringan tidak ada artinya. Hal ini
di karenakan jutaan bibit hasil perbanyakan secara kultur jaringan tidak dapat hidup dan tumbuh di lapangan secara
langsung tanpa adanya tahap aklimatisasi. Prinsip dari tahap aklimatisasi ini
adalah tanaman yang biasa hidup dan tumbuh pada lingkungan lab yang serba
terkendali dan memiliki pola hidup yang heterotop akan di adaptasi dan di
pindahkan ke lingkungan lapangan dimana tanaman harus berpola hidup sebagai
tanaman autotrop.
Tahap
aklimatisasi adalah tahap yang kritis karena planlet menunjukan beberapa sifat
yang kurang menguntungkan apabila hidup di lingkungan lapangan, seperti :
1. Memiliki
lapisan lilin yang tidak berkembang dengan baik
2. Sel
palisasde hanya terbentuk dalam jumlah sedikit
3. Jaringan
pembuluh dari akan ke pucuk planlet kurang berkembang
4. Stomata
sering tidak berfungsi, yaitu tidak mau menutup pada laju penguapan yang tinggi
Keadaan
yang kurang beeruntung tersebut menyebabkan planlet sangat peka terhadap transpirasi,
serangan mikroba tanah dan cahaya yang memiliki intensitas yang tinggi. Planlet
dengan karakteristik tersebut apabila di pindahkan secara langsung pada kondisi
lapangan akan mudah layu dan kering.
Keberhasilan
tahap aklimatisasi planlet juga
tergantung pada tingginya mutu tunas yang di hasilkan pada tahap sebelumnya.
Selain itu berapa tahap pengokohan planlet dapat meningkatkan mutu tunas
planlet sehingga dapat di aklimatisasi dengan persentase keberhasilan tinggi.
Beberapa pengokohan planlet yang dapat di
lakukan sebagai berikut :
1. Mengkondisikan
tempat yang pencahayaannya lebih tinggi dan suhunya tinggi
2. Kultur
tanaman jati dapat dapat di kondisikan pada ruangan dengan temperatur 25+2 0C
dan periode terang (1000-3000 lux) selama 16 jam perhari
3. Pemanjangan
dan perakaran tunas mikro di lakukan dalam media kultur dengan komposisi hara,
mineral dan sukrosa lebih rendah serta konsentrasi aga-agar yang lebih tinggi.
Planlet
yang tumbuh dalam botol kultur pada
media agar-agar akan mudah tumbuh oleh mikro organisme, maka sebelum planlet ditanam
harus dipersiapkan terlebih yaitu dengan
dikeluarkan dari botol kultur, dicuci dan diseleksi.
Planlet
yang ditumbuhkan pada media agar-agar saat dikeluarkan pada media botol
biasanya masih ada agar-agar yang menempel pada akar dan tertarik keluar. Oleh
karena itu planlet harus dicuci menggunakan air bersih sampai tidak ada
agar-agar yang menempel. Media agar agar yang mengandung gula atau sukrosa akan
mudah ditumbuhi mikroorganisme sehingga jika masih ada agar-agar yang tertinggal
planlet maka organisme lain kan tumbuh pada daerah itu. Selain itu planlet
sebelum di tanam di media aklimatisasi juga dapat di perlakuan fungisida dan
bakterisida untuk mencegah serangan mikroorganisme pada tempat tersebut.
Planlet
sebelum di tanam pada media aklimatisasi sebaiknya di lakukan seleksi berdsrkan
kelengkapan organnya.
Menanam planlet
pada media aklimatisasi
Media
agar-agar yang ada dalam botol kultur yang di simpan di lab kultur jaringan
merupakan tempat asal kehidupan planlet. Media agar-agar tempat tumbuh planlet
merupakan tempat tumbuh yang istimewa karena keadaanya steril dengan kelembaban
yang tinggi dan mengandung jumlah nutrisi dan jumlahnya mencukupi untuk
kehidupan planlet tersebut. Oleh karena itu apabila akan menanam planlet di lingkungan
lapangan yang kondisinya berbeda dengan lingkungan awalnya maka pada tahap awal
aklimatisasi planlet harus di beri lingkungan yang tidak jauh berbeda dengan
kondisi lingkungan asalnya.
Guna
mendukung tingkat keberhasilan aklimatisasi yang tinggi maka sebaiknya media
tanam untuk aklimatisasi di kukus terlebih dahulu minimal selama 4 jam sehingga
media tanam menjadi steril. Adapun media tanam untuk aklimatisasi adalah arang
sekam, pecahan arang, potongan pakis, kompos di campur dengan tanah ayakan dan
lain-lain. Contohnya pada planlet anggrek cocok pada potongan pakis dan bisa di
campur dengan pecahan arang kayu. Planlet jati sangat cocok pada campuran tanah
dan arang sekam dengan perbandingan 1:1 atau tanah di campur serbuk sabut
kelapa 1:1, atau tanah kompos halus 1:1.
Planlet
setelah disiapkan media untuk di aklimatisasi selanjutnya dilakukan penanaman
pada media tersebut. Planlet atau tunas mikro ditanam dimedia aklimatisasi
dalam bak semai, bedengan atau polybak dengan pengaturan intensitas cahaya yang
rendah dan kelembaban tinggi. Semakin
rendah kelembaban lingkungan maka kecepatan transpirasi akan semakin cepat.
Memelihara
planlet di lingkungan aklimaatisasi
Planlet
yang telah di tanam di media aklimatisasi agar dapat hidup di lingkungan lapangan
aka pemeliharaanya harus di lakukan pengadaptasian secara bertahap kondisi
kelembaban lingkungannya dan meningkatkan secara bertahap.
Pemeliharaan
planlet dilingkungan aklimatisasi meliputi pembukaan sungkup, pemupukan dan
penambahan pupuk dan sinar matahari. Media tanam planlet pada prinsipnya harus
lembab sehingga kebutuhan air untuk proses pertumbuhan tanaman selalu
terpenuhi. Penyiraman pada planlet sebaiknya di lakukan dua kali sehari yang berguna
untuk melarutkan unsur hara yang di butuhkan oleh tanaman dan menjaga kondisi
kelembaban media.
Proses
awal pemeliharaan planlet di lapangan di lakukan dengan cara pengaturan intensitas
cahaya matahari sekitar 40-50%. Hal ini berguna untuk mengadaptasikan planlet
yang biasanya hidup di dalam lab yang cahayanya hanya didapat dari lampu.
Perubahan intesitas cahaya yang drastis mencapai 75% yang akan menyebabkan
stres planlet dan dapat menyebabkan kematian. Planlet pada umur berkisar antara
5-7 hari setelah penanaman dapat di berikan intesitas cahaya sampai 70%.
Pemupukan
untuk meningkatkann pertumbuhan planlet dapat di lakukan satu minggu setelah
penanaman planlet. Pupuk yang di anjurkan adalah pupuk daun seperti hyponex, gandasil,
atau baypolan agar pupuk yang di berikan langsung di serap oleh daun untuk
pertumbuhan tanaman. Pemupukan dapat di lakukan satu minggu sekali, pemupukan
tersebut bisa bersama dengan pestisida jika ada hama dan penyakit pada planlet
yang dipemelihara ditempat aklimatisasi.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan mikropropagasi
1) Genotif
Tanaman
Salah
satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan morfologis eksplan dalam kultur
in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Pengaruh genotif ini
umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang erat hubungannya dengan
pertumbuhan eksplan seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan
kultur dan lain-lain. Oleh karena itu komposisi media, zat pengatur tumbuh dan linggkungan
pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing tanaman bervariasi meskipun
tehnik kultur jaringan yang di terapkan sama.
Perbedaan
respon genotif tanaman tersebut dapat diamati pada perbedaan eksplan
masing-masing varietas untuk tumbuh dan beregenerasi.
2) Media
Kultur
Perbedaan
komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan zat media yang digunakan
akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang akan
dikulturkan.
a. Komposisi
Media
Perbedaan
komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam an-organik, senyawa
organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi eksplan saat dikulturkan. Tanaman
dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimumnya, pada suhu ruang kultur di bawah
optimum, pertumbuhan eksplan lebih lambat, namun pada suhu diatas optimum
pertumbuhan tanaman juga akan terhambat akibat tingginya pertumbuhan eksplan.
b. Kelembaban
Relatif
Kelembaban
relatif dalam botol kultur dengan mulut botol
yang ditutup pada umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 80-99%. Jika
mulut botol ditutup agak longgar maka kelembaban relatif dalam botol relatif
rendah, sedangkan kelembaban pada kultur jaringan relatifnya adalah 70%. Jika kelembaban
relatif ruang kultur di bawah 70% maka akan menyebabkan media dalam botol
kultur akan cepat menguap dan kering eksplan yang di kultur kan akan cepat habis
medianya, maka sebaliknya jika kelembaban tinggi tanaman akan tumbuh abnormal
yaitu daun lemah, mudah patah tanaman kecil namun terlampau sukulen, tanaman
tesebut di namakan “vitrifikasi”
c. Cahaya
Seperti
halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi
in-vitro kuantitas dan kualitas cahaya,yaitu intensitas cahaya, lama
penyinaran dan gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur
in-vitro. Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur in-vitro umumnya
tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus petumbuhan kalus dipengaruhi
oleh cahaya.
Pada
perbanyakan tanaman pada in-vitro kultur pada umumnya diinkubasi pada ruang penyimpanan dengan penyinaran.
Tunas-tunas pada umumnya diransang pertumbuhannya dengan penyinaran,kecuali pada
teknik perbanyakan yang diawali dengan
pertumbuhan kalus. Sumber cahaya pada ruang kultur ini umumnya adalah lampu
flaurescen. Hal ini disebabkan karena lampu TL menghasilkan cahaya warna putih,
selain itu warna putih tidak meningkatkan suhu
ruangan kultur secara drastis, hanya meningkat sedikit. Intensits cahaya
yang di gunakan pada ruangan kultur umumnya jauh lebih rendah dari intensitas
cahaya yang dibutuhkan oleh tanaman dalam keadaan normal.
Selain
intensitas cahaya, lama penyinaran atau photoperiodisitas juga mempengaruhi
pertumbuhan eksplan yang di kulturkan, lama penyinaran biasanya disesuaikan
dengan kebutuhan tanaman sesuai dengan kondisi alaminya. Periode terang dan
gelapnya umumnya diatur pada kisaran 8-16 jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung
varietas tanaman yang dikulturkan .
1.
Kondisi
Eksplan
Pertumbuhan
dan morfogenesis dalam kultur jaringan sangat di pengaruhi oleh jaringan
tanaman yang di gunakan sebagai eksplan. Selain faktor genetis eksplan yang
telah disebut di atas, kondisi eksplan yang mempengaruhi keberuntungan kultur
adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase jaringan fisiologis jaringan yang
digunakan sebagai eksplan. Meskipun masing-masing sel tanaman memiliki
kemampuan totipotensi, namun
masing-masing jaringan memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan
beregenerasi dalam kultur jaringan, oleh karena itu eksplan yang digunakan untuk masing-masing kultur berbeda-beda
tergantung tujuannya,. Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan
eksplan tersebut untuk tumbuh dan beregenarasi. Umumnya eksplan yang berasal
dari jaringan tanaman yang masih muda
lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang telah diverensiasi
lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding
sel yang belum komplek sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan
jaringan tua oleh karena itu, inisiasi kultur biasanya di lakukan dengan
menggunakan pucuk muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, inflorenscence, yang
belum dewasa. Jika eksplan di ambil dari tanaman dewasa, rejupenilisisasi
tanaman induk melalui pemangkasan atau pemupukan dapat membantu untuk
memperoleh eksplan muda agar kultur berhasil.
Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan kultur. Eksplan dengan ukuran
kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media yang
banyak, namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga dibutuhkan
media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan regenerasi sebaliknya semakin
besar eksplan maka semakin besar kemungkinannya membawa penyakit dan makin
sulit untuk di sterilkan. Membutuhkan ruang dan media kultur yang lebih banyak. Ukuran
eksplan yang sesuai sangaat tergantung dari jenis tanaman yang di kulturnya,
teknik dan tujuan pengulturannya.
BAB
III
KESIMPULAN
1.
KESIMPULAN
Proses
dalam melakukan kultur jaringan harus melalui tahapan-tahapan yang sesuai
dengan prosedur, bila terjadi penyimpangan atau pun perlakuan yang tidak sesuai
maka pengulturan akan mengalami hambatan. Untuk itu seyogyanya bisa dipahami
dahulu langkah kerja.
Bahan
yang digunakan dan peralatan harus steril agar tidak terjadi kontaminasi
terhadap eksplan, sehingga tidak menyebabkan penyakit dimasa yang akan datang
bila tanaman sudah dewasa.
Tanaman
yang di kulturkan sebaiknya tanaman yang memiliki nilai komersial tinggi, yang
sedang booming di masyarakat, masa produksinya bisa lebih cepat dari biasanya,
unggul dalam hal genetik, taahan terhadap serangan hama dan penyakit.
Kultur
jaringan yang membutuhkan biaya yang cukup besar diawal tahapan, sehingga tidak
bisa diaplikasikan langsung oleh petani
maupun kelompok tani yang bermodal kecil. Hanya bisa dilakukan oleh intansi
pemerintah atau perusahan swasta yang memiliki dana yang cukup.
Pengetahuan
tentang bahan kimia harus paham benar
mengenai fungsi dan fatalnya bahan terebut. Sehingga bisa mendapatkan hasil
yang optimal dan tidak terjadi pemborosan.
Proses
aklimatisasi diruangan yang hampir sama dengan keadaan di labolatorium. Untuk
itu perlu disimpan pada rumah kasa yang suhunya bisa dikontrol, dan diatur sesuai
kebutuhan tanaman.
Setelah
proses aklimatisasi di anggap mumpuni bagi tanaman maka tanaman bisa langsung ditanam di tempat
persemaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar