Jumat, 02 Maret 2012

laporan studi lapang kultur jaringan


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kultur jaringan ialah sesuatu sistem pengembangbiakan tanaman dengan menggunakan bagian-bagian tanaman yang berukuran kecil sampai sangat kecil baik berupa organ, jaringan, maupun sel-sel tanaman dalam media buatan dengan kondisi yang aseptis secara in-vitro, kemudian beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
Awal dari kultur jaringan ini dimulai dari pembuktian sifat totipotensi sel yang dikemukakan oleh schwan dan schleiden (1883). Ghothlieb haberlandt (1902) seorang botanis yang dianggap sebagai pelopor kultur  jaringan, mengemukakan hipotesis bahwa sel tanaman yang diisolasi dan dikondisikan pada lingkungan yang sesuai akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap.
Foolke dan skoog  pada tahun 1940-an menemukan zat  pengatur tumbuh auksin, yaitu IAA dan NAA yang sebelumnya diketahui dapat merangsang pertumbuhan akar ternyata dapat merangsang pertumbuhan in-vitro tetapi menghambat pertumbuhan mata tunas. Pada tahun1951 skoog dkk menemukan senyawa fospat  anorganik dan organik adenin atau adenosin dapat merangsang pertumbuhan mata tunas.
Pada tahun1995 carlos miller dkk (juga bekerja sama dengan skoog) menemukan kinetin, satu penemuan pertama hormon sitokinin dan auksin dalam mengontrol pembentukan akar dan tunas dalam kultur jaringan tanaman. Toshio murashige, dan  skoog ((1962) mempublikasikan media MS yang sampai sekarang  cocok   untuk kultur jaringan banyak tanaman dan di gunakan secara luas di lab kultur jaringan di dunia. Penggunaan teknis kultur jaringan untuk memproduksi tanaman bebas virus.


2. kelebihan, kelemahan, dan manfaat
a) kelebihan
Ø  Untuk memperbanyak tanaman tertentu yang sulit dan lambat diperbanyak secara konvensional
Ø  Tidak memerlukan tempat yang luas
Ø  Dapat di lakukan sepanjang tahun tidak mengenal musim
Ø  Bibit yang di hasilkan sehat dan seragam
Ø  Memungkinkannya di lakukannya manipulasi genetik
Ø  Stok tanaman dapat di simpan dalam waktu yang lama
b) kelemahan
Ø  Di butuhkan biaya awal yang relatif tinggi untuk labotorium dan bahan kimia
Ø  Di butuhkan keahlian khusus untuk melaksanakannya
Ø  Tanaman yang di hasilkan berukuran kecil, aseptikdan biasa hidup di tempat yang kelembabannya tinggi sehingga memerlukan aklimatisasi ke lingkungan eksternal
Ø  Metode setiap spesies tidak sama
c) manfaat
Ø  Produksi tanaman bebas patogen
Ø  Produksi bahan-bahan farasi
Ø  Pelestarian plasma nutpah
Ø  Pemuliaan tanaman dan rekayasa genetika
Ø  Perbanyakan tanaman klonal dengan cepat
Kultur jaringan sampai saat ini di gunakan  sebagai suatu istilah umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptis dalam wadah yang  umumnya tembus cahaya. Sering juga kultur aseptis di sebut juga dengan kultur in-vitro yang artinya sebenarnya adalah kultur di dalam gelas.
Dalam pelaksanaannya di jumpai beberapa tipe-tipe kultur, yaitu :
1.      Kultur biji (seed culture) kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji atau seedling.
2.      Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan organ seperti : ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang dan akar dll.
3.      Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang mengunakan jaringan  sekumpulan sel biasanya berupa jaringan parenkim sebagai bahan eksplannya.
4.      Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media cair dengan pengocokan terus menerus menggunakan shaker dan menggunakan agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan yang di gunakan berupa kalus atau jaringan meristem.
5.      Kultur protoplasma, eksplan yang di gunakan adalah el yang telah di lepas bagian dinding selnya menggunakan bantuan enzim.protoplas di letakan pada media padat di biarkan agar membelah diri dan membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya di gunakan untuk     keperluan hidrasasi somatik atau fusi (fusi 2 protoplas baik intra spesifik maupun interspesifik).
6.      Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yakni kepala sari, tepung sari kultur polen, ovule sehingga dapat di dapatkan tanaman haploid.











BAB II
PROSEDUR DASAR
DI RUANGAN LABORATORIUM KULTUR JARINGAN
Teknis Sterilisisasi Pada Inisasi Kultur Jaringan
Dalam kultur jaringan, inisasi kultur jaringan yang bebas dari kontaminan merupakan langkah yang sangat penting. Bahan tanaman yang dari lapangan mengandung debu, kotoran-kotoran, dan berbagai kontaminan hidup pada permukaannya. Kontaminan dapat hidup berupa cendawan, bakteri, serangga dan telurnya, tungau serta sporanya. Bila kontaminan ini dihilangkan, maka pada median yang mengandung gula, vitamin dan mineral.
Pada beberapa jenis tanaman, ditemukan juga kontaminan yang berasal dari dalam jaringan tanaman terutama  bakteri. Pada bahan tanaman yang mengandung kontaminan internal harus diberikan perlakuan antibiotik atau fungisida yang sistemik.
Setiap bahan tanaman mempunyai tingkat kontaminan permukaan yang berbeda, tergantung dari :
1)      Jenis tanamannya
2)      Bagian tanaman yang di pergunakan
3)      Morfologi permukaan misalnya berbulu atau tidak
4)      Lingkungan tumbuhnya green house atau lapangan
5)      Musim waktu mengambil, musim hujan atau kemarau
6)      Umur tanaman, seedling atau tanaman dewasa
7)      Kondisi tanamannya, sakit atau dalam keadaan sehat
Keadaan ini menyulitkan penentuan suatu prosedur sterilisasi standar yang berlaku untuk semua tanaman. Juga sukar untuk menentukan prosedur standar yang dapat di pergunakan untuk suatu jenis tanaman yang berasal dari tempat berbeda.
Dalam sterilisasi bahan tanaman, hal yang penting yang mendpat perhatian adalah bahwa sel tanaman dan kontaminan adalah sama-sama benda hidup.
Teknik Sterilisasi Eksplan
Tabel macam-macam saterilan, kisaran konsentrasi dan lama waktu perndaman
No
Bahan
Konsentrasi
Lama perendaman
41
Kalsium hipoklorid
1-10%
5-30menit
22
Natrium hipoklorid
1-2%
7-15 menit
33
Hidrogen peroksida
3-10%
5-15 menit
44
Gas klorin
-
1-4 jam
55
Perak nitrat
1%
5-30 menit
66
Merkuri klorid
0.1-0.2%
10-20 menit
77
Betadine
2.5-10%
5-10 menit
88
Benlate
2 gam%
20-30 jam
99
Antibiotik
50 mg%
½-1 jam
110
alkohol
70%
½-1menit

Bahan-bahan sterilisasi ini pada umumnya bersipat tocix terhadaap jaringan tanaman. Pembilasan  yang berkali-kali sesudah perendaman  didalam larutan sterilisasi. Sangat perlu dilakukaan untuk menghilangkan sisa-sisa bahan aktif yang menempel dipermukaan bahan tanaman. Dalam sterilisasi kadang-kadang digunakan dua atau lebih bahan sterilisasi.
Bahan-bahan yang sudah bersih dikecilkan sampai ukuran tertentu, ukurannya harus lebih kecil dari ukuran eksplan yang direncanakan. Bahan kemudian direndam dalam larutan fungisida dan anti biotik. Setelah waktu perendaman tercapai bahan ditiriskan dan dibawa ke dalam laminar air flow cabinet.
LAMINAR AIR FLOW
Laminar air flow ialah alat yang digunakan  dalam pekerjaan mempersiapkan bahan tanaman,  penanaman, dan pemindahan tanaman dari suatu botol ke botol lain dalam kultur jaringan. Laminar air flow meniupkan udara steril secara kontinyu melewati tempat kerja, sehingga tempat kerja bebas debu dan spora yang mungkin jatuh kedalam media sewaktu  pelaksanaan penanaman. Aliran udara yang berasal dari  udara ruangan ditarik kedalam melalui filter pertama (pre filter: pori-pori 5µm) yang kemudiaan ditiupkan   keluar melelui  filter yang sangat halus yang disebut HEBA (High Eficiency Particulate Air Filter) pori–pori 0,3µm dengan menggunakan blower.

MENYIAPKAN BAHAN EKSPLAN
Eksplan atau bahan tanam ialah bagian kecil jaringan atau organ yang diambil  dari tanaman induk kemudian dikulturkan ketepatan dalam dalam menyiapkan eksplan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi inisiasi eksplan.
a)      Syarat Bagian Tanaman Sebagai Bahan Eksplan
Bagian tanaman yang  yang dapat dijadikan eksplan adalah akar, pucuk, daun, bunga, buah muda, dan tepung sari. Faktor yang dimiliki oleh eksplan itu sendiri yaitu: ukuran, umurnya, sumber genotip dan sterilitas eksplan.
Ukuran eksplan yang terlalu kecil  mempunyai daya tahan  kurang dibandingkan  dengan ukuran yang lebih besar, ukuran ekspalan yang baik adalah 0,5-1 cm tetapi ini tidak mutlak untuk setiap eksplan karena tergantung pada material tanaman dan jenis tanamannya.
Umur fisiologis pun berpengaruh terhadap kemampuanya untuk beregenerasi     jaringan tanaman yang masih muda yang meristematik (sel-sel masih aktif membelah) lebih mudah beregenerasi dibandingkan yang lebih tua. Yang termasuk  jaringan merismatik adalah pucuk apikal, pucuk lateral, dan pucuk axial.



b)      Karakter Bahan Tanaman Sebagai Eksplan
Pada dasarnya setiap bagian tanaman  dapat dijadiakn  sebagai bahan eksplan, tetapi  dalam memilih bagian tanaman yang akan dikulturkan  harus mempertimbangkan faktor kemudahan beregenerasi dan tingkat kontaminasinya.
Bagian tanaman yang mengandung persediaan makanan  serta bahan-bahan lain untuk pertumbuhan,  seperti umbi adalah lebih mudah untuk beregenerasi  dibanding dengan bagian tanaman yang kurang mengandung bahan makanan. Bagian yang berasal dari akar yang tumbuh didalam tanah, tingkat kontaminannya lebih tinggi di bandingkan dengan bagian bagian tanaman yang ada diatas permukaan tanah seperti pucuk atau daun.
PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN
pembuatan media kultur jaringan  memerlukanperalatan gelas yang bersih air berkualitas tinggi, bahan kimia murni, dan pengukuran semua bahan-bahan media yang hati-hati. Media kultur harus berisi hara makro ddan mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, demikian pula sumber karbohidrat,vitamin, agar dan ZPT atau ekstrak tanaman yang diperlukan
Hara Makro
larutan hara makro dapat dibuat 10 atau 20 kali lipat dari konsentrasi akhir. Larutan stok untuk garam kalsium disarankan untuk dipisahkan untuk mencegah pengendapan. Larutan hara makro dapat disimpan dengan aman untuk beberapa minggu dalam keadaan gelap ditempat yang sejuk. Penyumpanan di refrigator pada suhu 2oC - 4 oC merupakan kondisi yang terbaik.
Hara Mikro
Larutan stok hara mikro dibuat 100 kali lipat dari konsentrasi akhir. Peenyimpanan larutan ini sebaiknyaa di refrigator atau freezer. Bisa bertahun selama satu tahun.
Vitamin
]larutan vitamin  dibuat sebanyak 100 atau 1000 kali lipat dan disimpan dalam freezer(-20 Oc). Bisa tahan 2-3 bulan. Jika tak ada refrigator atau freezer maka larutan vitamin bisa dibuat kkeetika media akan dibuat.
Zat Pengatur Tumbuh
NAA dan 2,4 –D  termasuk zpt yang stabil dan dapat disimpan pada suhu 4 oC selama beberapa bulan, sedangkan larutan IAA harus disimpan didalam ffreezer ppada suhu -20 oC. larutan di buat sebanyak 100 atau 1000 kali. Sedangkan NaOH 1N  digunakan untuk melarutkan NAA, juga untuk melarutkan IAA dan 2,4-D. apabila melarutkan menggunakan HCL  atau NaOH,Ph llarutan harus diatur 5,5-5,8.
PENCAMPURAN KOMPONEN MEDIA
1.      Persiapan Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan MS 1 liter berdasarkan perhitungan adalah :
a.       Larutan stok:
v  Makro : KNO3, NH4NO3, CaCl2, 2H2O, MgSO4.7H2O, dan KH2PO4. Masing-masing 50 ml.
v  Mikro 1 : campuran H3BO3, Na2MoO4.7H2O, CoCl2.6H2O dan Kl (10 ml)
v  Mikro 2 : campuran MnSO4, ZnSO4.7H2O dan CuSO4.5H2O (10 ml)s
v  Mikro Fe-EDTA campuran FeSO4.7H2O dan Na2EDTA (10 ml)
v  Vitamin yaitu campuaran glisin asam nikotin, piridoksin HCl dan thiamin HCl (10)
b.      Komponen media yang lain
v  gula 30 g
v  Agar-agar 8 g
v  Mio-inositol 0,1 g (bila dipisahkan dari stok vitamin)
v  Aquades
Alat-alat yang diperlukan untuk pembuatan media MS sebanyak 1 liter :
Ø  Botol-botol kultur
Ø  Timbangan     
Ø  Hot plate dengan pengaduk magnet
Ø  Alat-alat gelas
Ø  Erelen meyer, wadah untuk mencampurkan bahan
Ø  Gelas piala tempat aquades
Ø  Labu takar atau gelas ukur
Ø  Pipet tetes dan botol semprot
Ø  PH meter
2.      Mencampur bahan media
Ada beberapa langkah dalam mencampur media yaitu :
Prinsip dalam pencampuran larutan pertama – tama adalah menuang sejumlah air aquades kedalam wadahkurang lebih 1/3 volume wadah sebelum melarutkan sejumlah bahan kedalamnya.
a.       Pencampuran bahan dan media  dilakukan satu persatu setelah bahab satu melarut baru diikuti dengan bahan yang lainnya.
b.      Diusahakan selalu mencatatsetiap mencampur agar tidak terjadi kekeliruan.
c.       Langkah akhir dalam membuatlarutan adalah menempatkan volume larutan dengan cara menambahkan aquades sampai tanda tera pada wadah yang digunakan. Mencampur bahan media untukuntuk pembuatan media 1 liter adalah sebagai berikut. Kedalam erlen meyer berukuran 1 liter dimasukan aquades kira-kira 300 ml, larutkan gula diikuti mio- inositol kedalamnya setelah gula melarut sempurna dengan diaduk secara merata. Larutan-larutan stok di masukan satu persatu, setelah satu bahan  melarut diikuti bahan lainnya. Larutan yang sudah dipakai masukan kembali kedalam pendingin. Hasil pencampuran media dituangkan erlen meyer ke labu takar atau gelas ukur untuk di tepakan volumenya. Menjadi 1 liter. Dengan menambah  aquades sampai mendekati tanda tera ( disisakan sedikit untuk keperluan pengecekan pH yang biasanya ada penambahan3-5 tetes atau 3-5 ml). Biasanya untuk keperluan praktis langsung di tera tepat 1 liter.
1.      Penimbangan
Pada saat pembuatan media, semua bahan  yang ditimbanga harus dilakukan dengan hati-hati, meskipun dalam pembuatan skala komersial. Setiap penggunaan  timbangan atau alat-alat lain harus memperhatikan intruksi dari pabriknya. Timbangan yang digunakan adalah top loading balancing dan analitical balancing, yang akurasinya penimbangan sampai skala miligram.  Beberapa persyaratan  yang harus diperhatikan agar diperoleh timbangan yang akurat yaitu :
a.       Timbangan harus di simpan pada tempat yang keras, stabil, permukaan rata yang bebas getaran dan kebocoran.
b.      Daerah penimbangan terjaga keberesihannya
c.       Penimbangan jangan overload
d.      Alas timbangan menggunakan  wadah yang ringan
2.      Pengukuran Cairan
Peralatan gelas  yang mempunyai ukuran seperti gelas piala, erlen meyer dan pipet diperlukan untuk pembuatan media. Gelas ukur kapasitas 10, 25, 100, dan 1000 ml dapat digunakan untuk mengukur volume, tetapi pengukuran yang lebih akurat  diperlukan labu ukur dan pipet. Pengukuran larutan akan tepat bila  bagian dasar cekungan dan antara air dan udara berada tepat pada tanda pengukuran.penggunaan pipet harus di bantu oleh pipetor (alat penghisap larutan).  Jenis- jenis pipetor adalah :
a.       Tipe bola penghisap yang di lengkapi bbeberap[a katup pengontrol
b.      Pipet penghisap yang dioperasikan oleh roda kecil ppada bagian atas
c.       Alat ppenghisap  dengan bantuaan alat pemompa udara secara elektrik
d.      Pippet mikro, biasanya untuk pengambilan  larutan dengan volume kecil
3.      Membersihkan Peralatan Gelas
Metode konvensional pencucian peralatan gelas di lakukan dengan merendam gelas dengan larutan adam kromat yang di ikuti dengan air kran dan aair destrilisasi. Karena aam kromat dapat menyebabkan korosit, maka cara in banyak di tinggalkan kecuali untuk pemilasan gelas yang terkontaminasi tinggi. Pencucian yang lebih aman adalah dengan air panas (>700C) + sabun, di ikuti dengan pembilasan air panas dan air destilisasi, peralatan gelas yang sudah di cuci, di keringkan dalam oven dengan suhu 150oC di bungkus dengan alumunium foil, kemudian di simpan dalam lemari tertutup.
4.      Sterilisasi
Bagian yang sangat penting dalam teknik in vitro adalah sterrilisasi bahan tanaman dan media serta menjaga kondisi yang asepik yang telah di capai. Bakteri adalah jamur dan bakteri adalah dua kontamianan yang banyak di jumpai dalam kultur. Spora jamur sangaat ringan dan ada di sekeliling lingkungan. Apabila jamur dan spora konta dengan media kultur dan kondisinya optimal untuk perkecambahan jamur maka akan terjadi kontaminasi.
·         Sterilisasi Ruang Kultur dan Ruang Transper
Sterilisasi ruang kultur yang baik adalah di gunakan dengna sinar ultraviolet. Waktu sterilisasi bervariasi tergantung dari ukuran ruang trasper itu sendiri dan harus di lakukan dengan tidak ada kegiatan di ruangan tersebut. Radiasi UV sangaat berbahaya bagi mata dan kulit, ruang transper juga dapat di sterilisasikan dengan mencuci atau mengepel 1-2 bulan dengan bahan anti jamur komersial. Ruang kerja dalam laminar flow biasanya sudah di lengkapi dengan lampu UV, sehingga sterilisasi di lakukan dengan lampu UV dan di ikuti dengan membasuh peermukaan tempat kerja dengan laminar dengan alkohol 95% sebelum mulai bekerja. Ruang kultur harus di bersihkan dengan sabun kemudian di lap dengnana-hipoklorit 2% pembersih lain yang mengandung desipektan atau alkohol yang berkadar 95%.
·         Sterilisasi Peralatan Gelas dan Peralatan Lain
Peralatan yang terbuat dari metal dan gelas, alumunium foildapat di sterilisasikan dengan caara pengeringan dengan oven pada suhu 1300C-170 0C selama 2-4 jam. Semua peralatan tersebut harus di bungkus sebelum di oven, tetapi jangan memakai kertas karena akan terdekomposisi pada suhu 170 0C . untuk perlatan di sekdi yang akan di gunakan pada ruang transper atau lamina, setelah di sterilisasi dalam oven harus terlebih dahulu pada alhohol 96% kemudian di bakar dalam lampu bunsan. Teknik ini di sebut sterilisasi pembaaran, teknik ini harus dilakukan dengan hati-hati.
Autoclave adalah metode sterilisasi dengan menggunakan tenaga uap air, bahan-bahan atau alat yang dapat di sterilisasikan dengan cara autoclave ini antara lain kapas penutup tabung, saringan dari nylon, pakaian lab dan tutup plastik, peralatan gelas pipet, air, dan media kultur, hampir semua mikroba dapat mati bila di autoclave pada suhu 1200 C dengan tekanan 15 psi selama 15-20 menit.
·         Sterilisasi Media
Ada dua metode untuk sterilisasi media yang umum di gunakan, yaitu dengan autoclave dan filter membran. Media kultur, air desterilisasi dan campuran yang stabil dapat di sterilisasikan dengan autoclave dengan mengguakan wadah yang ditutup dengna kapas, alumunium foil dan tutup plastik, akan tetapi bahan yang bukan besipat tidak stabil harus menggunakan filter.
Umumnya media yang di aucleve pada tekanan 15 psi dengan suhu 121 0C. Untuk volume larutan perwadah yang sedikit.
Kompnen-Komponen Dalam Media Kultur Jaringan
Salah satu paktor paling penting dalam kaitannya dengan pertumbuhan dan morfogenesis dari jaringan tanaman dalam adalah komposisi dari media kultur. Sumber hara yang di butuhkn oleh sel-sel tanaman adalah sama dengan hal yang di butuhkan oleh tanaman itu sendiri. Media dalam kultur jaringan tanaman umumnya terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut : hara makro,hara mikro, vitamin, asam amino atau suplemen nitrogen  lainnya, gula bahan organik komplek, bahan pemadat, dan zat pengatur tumbuh. Beberapa formulasi sudah umum di gunakan dalam pekerjaan kultur jaringan dan sudah di komersilkan. Media tersebut antara lain adalah : white, murasshige, dan skoog, gamborg et. Gauthereet, schenk dan hilbredbran, nitch, llyod dan mccown, dan lain-lain. Media MS, Shdan BS merupakan media yang kaya akan garam-garam makro.
1.      Hara Makro
Hara makro terdiri dari enam unsur utama yang di butuhkan untuk pertummbuhan sel dan jaringan tanaman, yaitu : nitrogen (N), fospor (F), kalium (K), kalcium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Konsentrasi yang optimum di butuhkan untuk mencapai pertumbuhan maksimum bervariasi di antra jenis tanaman.
Media kultur harus mengandung sedikitnya 26-60 mM nitrogen anorganik untuk pertumbuhan sel tanaman, sel-sel tanaman mungkin dapat tumbuh pada sumber N dari nitrat saja, tetapi di ketahui bahwa pertumbuhan yang lebih baik adalah apabila mengandung nitrat dan amonium. Nitrat yang di sediakan   umumnya berkisar 25-40 mM, konsentrasi amonium yang berkisar antara 2-20 mM. Akan tetapi untuk beberapa spesies konsentrasi amonium antara >8 mM akan menghamat pertumbuhan sel. Sel-sel dapat tumbuh dalam media  kultur yang hanya mengandung amonium sebagai sumber nitrogen jika satu atau lebih mengandung asam-asam  yang terlibat dalam siklis TCA juga terdapat dalam media pada konsentrasi sekitar 10 mM. Apabila nitrat dan amonium sebagai sumber nitrogen di gunakan bersama dalam media maka ion-ion  amonium akan di gunakan lebih cepat di bandingkan dengan ion-ion nitrat.
2.      Hara Mikro
Hara mikro yang paling di butuhkan untuk pertumbuhan sel dan jaringan tanaman dalam mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), dan terusi (Cu). Besi dan seng yang di gunakan dalam pembuatan media dalam bentu yang ter ”chelate”. Besi adalah yang paling kritis di antara semua hara mikro, besi sitrat dan tartrat dapat di gunakan sebagai media kultur, tetapi senyawa ini sulit larut dan biasanya akan terpresipitasi setelah media di buat. Masalah ini di pecahkan oleh Murashige dan skog dengan men chelate besi dengan asam etilen diamintetrasetik (EDTA).
3.      Karbon dan Sumber Energi
Sumber karbohidrat yang biasanya di gunakan dalam media kultur jaringan adalah sukrosa. Glukosa dan fruktusa dalam beberapa hal dapat digunakan untuk mengganti sukrosa, dimana glukosa  mempunyai efektifitas yang sama dengan sukrosa di banding dengan fruktosa.  Konsentrasi sukrosa normal  berkisar antara 2 % dan 3%.
Karbohidrat harus tersedia dalam media kultur jaingan  karena sedikit sel  dari jenis sel tanaman yang diisolasikan dapat bersipat autotropik, yaitu kemampuan menyediakan  kebutuhan karbohidrat itu sendiri melalui asimilasi CO2 selama fotosintesa. Sukrosa dalam media kultur secara cepat akan terurai menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa adalah yang pertama  digunakan oleh sel, diikuti oleh fruktosa.  Saat media di sterilisasi oleh autoclave, sebagian sukrosa akan mengalami hidrolisa. Apabila sukrosa  yang di autocllave ada bersama komponen lain maka proses hiddrolisa  akan lebih besar. Kultur dari beberapa  spesies tanaman akan tumbuh baik pada  media yang sukrosanya diautoclave di bandingkan dengan media lain yang sukrosanya disterilisasi dengan filter. Hal ini dimungkinkan akan menguntungkan sel-sel  karena tersedianya glukosa dan fruktosa.
4.      Vitamin
 Vitamin disintesa pada tanaman normal untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya. Vitamin dibutuhkan oleh tanaman sebagai katalis dari berbagai macam proses metabolik.  Pada saat sel dan jaringan ditumbuhkan secara in-vitro, beberapa vitamin mungkin menjadi faktor  pembatas  untuk pertumbuhan sel. Vitamin yang sering digunakan  dalam media kultur  adalah thiamin (B1), asam nitrat,  piridoksin (B6) dan mio ino sitol.
Umumnya hampir semua  sel tanaman memerlukan thiamin untuk pertumbuhannya. Konsentrasi thiamin yang digunakan  dalam media biasanya berkisar antara 0,1-10 mg/l. Asam nikotinat dan piridoksin termasuk vitamin yang sering digunakan dalam media kultur tetapi untuk beberapa jenis tanaman bukan merupakan komponen yang esensial untuk petumbuhan selnya. Asam nikotinat umumnya digunakan pada  konsentrasi 0,1-5 mg/l. Sedangkan piridoksin antara 0,1-10 mg/ l.
5.      Asam Amino dan Sumber Nitrogen Lainnya
 Meskipun secara normal sel-sel yang dikulturkan dapat mensintesa kebutuhan asam aminonya, tetapi penambahan asam amino tertentu atau campuran asam amino dapat digunakan untuk membantu menstimulasi pertumbuhan sel.  Penggunaan asam amino penting bagi penetapan kultur sel dan kultur protoplas.  Asam amino yang tersedia  dalam sel tanaman  merupakan sumber nitrogen yang dapat segera digunakan,  dimana asam amino akan diserap  oleh sel lebih cepat di banding sumber nitrogen anorganik.
 Sumber nitrogen organik yang paling banyak digunakan  dalam media kultur adalah asam   amino campuran (casein hidrolisat), l-glutamin, l-asparagin dan adenin.  Casein  hidrolisat umumnya digunakan pada konsentrasi antara 0,05-0,1%. Asam amino biasanya ditambahkan pada media terdiri dari beberapa macam, karena sering diperoleh  bahwa penambahan  satu jenis asam amino saja justru dapat menghambat pertumbuhan sel.  Untuk meningkatkan  pertumbuhan sel adalah glisin 2 mg/l, glutamin hingga 8 mg, asparagin mg/l, arginin dan sistein 10 mg/l, dan tirosin 100 mg/l. Adenin sulfat juga sering  ditambahkan pada media kultur yang fungsinya dapat menstimulir pertumbuhan sel dan meningkatkan pembentukan tunas.
6.       Bahan  Organik Komplek
 Penambahan berbagai macam ekstrak  organik  pada media kultur  sering memberikan respon pertumbuhan  yang diinginkan.  Bahan organik komplek tersebut antara lain protein hidrolisat,  air kelapa, ekstrak ragi, ekstrak malt, pisang ,  jus jeruk, jus tomat. Diantara bahan organik tersebut yang paling banyak  digunakan  hingga saat ini adalah air kelapa dan protein hidrolisat. Protein hidrolisat biasanya ditambahkan  pada konsennnntrasi 0,05-0,1%, sementara air kelapa biasanya adalah 5-20%.
Arang aktif juga sering digunakan  pada media kultur. Beberapa hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan  dan juga dapat merugikan. Pada kultur beberapa  tanaman seperti anggrek, bawang, wortel,  dan tomat dapat menstimulir pertumbuhan diferensiasi, tetapi pada kultur tanaman tembakau ,  kedelai dan teh justru akan menghambat pertumbuhan.
 Pengaruh arang aktif  umumnya  diarahkan pada salah satu  dari  hal berikut :
a.       Penyerapan senyawa-senyawa penghambat,  penghambatan pertumbuhan  karena kehadiran arang aktif karena menyerap ZPT, NAA. Kinetin, BAP, IAA dan 2ip semuanya dapat terikat oleh arang aktif.
b.      Penyerapan zat pengatur  tumbuh.  Arang aktif dapat menstimulasi pertumbuhan sel karena kemampuan arang aktip mengikat senyawa fenol yang bersifat toksik  yang diproduksi biakan selama  dalam kultur.

7.      Bahan Pemadat dan Penyangga Biakan
 Media kultur dapat dibuat padat atau semi padat,  yaitu bahan pemadat berupa agar.  Di bandingkan bahan pemadat lain,  akan mempunyai beberapa keuntungan, yaitu :
a.       Saat dicampur dengan air, agar akan terbentuk  bila dilelehkan  pada suhu 60 OC- 100 OC  dan memadat pada suhu  45 oC.
b.      Gel agar besipat  strabil pada saat inkubasi.
c.       Agar gel tidak bereaksi  dengan komponen dalam media dan tidak  dicerna oleh enzim tanaman.
Kualitas fisik agar dalam media  kultur tergantung pada  konsentrasi dan merek agar serta pH  media.  Konsentrasi agar  yang digunakan  dalam media adalah 0,5-15.
Kemurnian agar yang digunakan  dalam media kultur juga merupakan faktor  yang penting. Agar yang mengandung Ca, Mg, K dan Na dapat mempengaruhi ketersediaan hara dalam media. Oleh karena itu penggunaan agar yang murni sangat diperlukan terutama untuk percobaan. Untuk memurnikan agar dapat dilakukan  dengan cara mencuci dengan air destilasi selama 24 jam kemudian di bilas dengan ethanol.
8.      Zat Pengatur Tumbuh
Terdapat empat kelas zat pengatur tumbuh (ZPT)  yang penting dalam kultur jaringan  yaitu : auksin,  sitokinin,  giberilin dan asam absisik. Auksin dan sitokinin yang ditambahkan dalam media kultur mempunyai tujuan untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun  perbandingannya untuk induksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat genus, spesies maupun  kultivar.
Auksin yang umum digunakan dalam media kultur  adalah indole-3-acetic acid (IAA), indole-3-butiric acid (IBA), `2,4 dichorophenoxyatic, acid. Dan napthalene acetic acid (NAA). IAA adalah  jenis auksin  yang alami yang di temukan dalam  tanaman. Senyawa jenis  auksin  lai nya adalah auksin  sintetik yang mempunyai  tingkat aktivitas yang berbeda.  Auksin lainnya  yang di gunakan dalam  media kultur 4-clorophenocyatic acid (2,4,5-T), 3,6 dchloro-2-methoxiex benzoix, dan 4-amino trichloloropiconolinic acid (picloram).
Tahapan-tahapan pada mikropropagasi
Ada lima tahapan dalam melakukan mikropropagasi, yakni :
1.      Tahap 0 : tahap persiapan
2.      Tahap 1 : tahap induksi
3.      Tahap 2 : tahap multiplikasi
4.      Tahap 3 : tahap pengakaran
5.      Tahap 4 : tahap transpalansi kemedia terestial
Tahap 0 : tahap persiapan, seleksi dan persiapan pohon induk.
Tahapan ini  dilakukan sebelum eksplan diambil untuk perbanyakan. Pohon induk yang akan  digunakan sebagai sumber eksplan  harus dipilih secara hati-hati.  Pohon ini harus mempunyai vigor  yang sehat dan bebas dari segala  serangan hama atau penyakit. Harus  diperhatikan juga bahwa pemilihan  tanaman  yang akan diambil eksplan perlu di perhatikan khusus. Perhatian-perhatian itu ialah : 
1.      Penanaman  di green house atau pot untuk mengurangi  sumber kontaminan
2.      Pemberian lingkungan  yang sesuai  atau perlakuan kimia  untuk percepatan  multiplikasi  dalam  kondisi  in-vitro
3.      Indexing atau prosedur lain untuk mengetahui adanya penyakit sistemik atau virus serta bakteri
4.      Perangsangan tunas-tunas dorman
Permulaan pengerjaan  kultur jaringan masalah terbesarnya adalah kontaminasi.  Tempat pengambilan eksplan  sangat berpengaruh besarnya  resiko kontaminasi oleh infeksi jamur. Eksplan yang diambil dari rumah kaca  yang terjamin kondisi kehigienisanya.
Pada tahap 0  termasuk juga  beberapa intervensi yang dapat membuat eksplan lebih sesuai atau lebih sesuai atau lebih siap sebagai material awal. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam tanaman induk kultur jaringan adalah cahaya, temperatur dan zat pengatur tumbuh.
Cahaya
 Pada tanaman  petunia yang diberi perlakuan  cahaya sinar merah  dengan panjang gelombang 640-700 nm pada sore hari dapat memacu  pertumbuhan percabangan sedangkan pada tanaman yang di sinari dengan panjang gelombang 700-795 nm menyebabkan pertumbuhan  tunas terminal yang tegak dan tidak stabil.
Temperatur
Umbi lapis  tanaman kebanyakan  mengalami dormansi, untuk memecahkan dormansi dan memacu pertumbuhan perlu adanya perlakuan penyimpanan didalam ruang dingin dengan temperatur 4 0C untuk umbi. Perlakuan  dingin untuk  dapat memacu pertumbuhan anak umbi  yang lebih berat pada tanaman hyacin.
Zat pengatur tumbuh
Adanya BA   pada perkecambahan biji dapat menyebabkan kotiledon yang diambil dari perkecambahan tersebut akan lebih mudah melakukan regenerasi lebih efisien. Untuk menambah respon eksplan tanaman kayu, tanaman induk dapat diperlakukan  dengan larutan sucrose, 8-hydroxyquinoline citrate, BA, dan GA3.
Tahap 1 : tahap awal atau induksi
Tahap ini  sangat penting untuk  keberhasilan  mikropropagasi keberhasilan dapat dilihat dari  penanaman eksplan pada kondisi aseptis, dan harus  diikuti oleh pertumbuhan  awal eksplan sesuai dengan  tujuan penanaman. Setelah 1-2 minggu inkubasi, kultur yang terkontaminasi oleh bakteri dan jamur dibuang. Tahap ini selesai dan kultur bisa di pindahkan ketahap berikutnya bila eksplan yang tidak terkontaminasi telah tumbuh sesuai yang di harapkan.
Untuk tanaman yang mengalami kontaminasi berat eksplan dapat  ditanam dalam media inkubasi  yaitu media yang mengandung  gula dan agar saja dengan tujuan untuk isolasi eksplan yang tidak terkontaminasi sebelum di inisiasi pada tahap satu mikropropagasi.
Tujuan dari tahap ini  adalah memproduksi  kultur axenic.  Untuk kebanyakan  pekerjaan mikropropagasi eksplan yang dipilih adalah tunas aksilar atau terminal. faktor-faktor yang berpengaruh pada tahap ini adalah :
Ø  Umur tanaman induk
Ø  Umur fisiologis dari eksplan
Ø  Tahap perkembangan dari eksplan
Ø  Ukuran dari eksplan
Ketika jaringa tanaman  diekspos pada situasi strees  seperti luka mekanikal, metabolisme fenolik komplek tersimulasi. Intervensi ini menyebabkab reaksi hipersensitif, seperti :
Ø  Melepaskan isi sel-sel yang rusak
Ø  Reksi –reksi didalam sel tetangganya yang  menunjukan adanya luka
Ø  Mati premature dari sel- sel
Pada umumnya  metabolisme fenolik komplek mempunyai 3 tipe reaksi dalam merespon strees atau luka yakni :
Ø  Oksidasi dari terbentuknya  fenolik komplek
Ø  Pembentukan turunan monomerik
Ø  Pembentukan turunan polimer monomerik
Tahap 2 : tahap  pebanyakan
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk memperoleh dan memperbanyak tunas. Kultur axenic yang telah dihasilkan pada tahap I dan II dipindahkan pada media  yang kaya akan cytokinin agar eksplan dapat  menghasilkan tunas yang banyak yang selanjutnya pada tahap II nanti tunas- tunas tersebut dipindahkan pada media perakaran untuk memacu pertumbuhan akar.
Pada tahap ini juga eksplan dapat juga membentuk kalus atau membentuk tunas. Pada pertumbuhan kalus sering menghasilkan embrioid dan setiap embrioid  nantinya akan menhasilkan individu tanaman baru, atau kadang memproduksi meristemoid yang akan tumbuh menjadi tunas.  Kalus sering menimbulkan terjadinya aberasi genetik yang kena  yang dikenal dengan istilah variasi somaklonal, sehingga tanaman yang dihasilkan  tidak identik dengan tanaman induknya. Cara yang lain  yaitu  dari jenis organ lain yang di gunakan sebagai eksplan.
 Tunas yang dihasilkan  pada tahapan ini sebagai bahan perbanyakan berikutnya, oleh karena itu pada tahapan ini dilakukan banyak subkultur untuk melipatgandakan jumlah planlet yang dihasilkan. Pada tahap ini juga, tunas yang dihasilkan dipotong-potong dengan teknik single–node atau multi node culture maupun dengan mengambil  pucuknya sebagai eksplan untuk perbanyakan. Bahan ini kemudian ditanam pada media baru yang umumnya mengandung sitokinin  pada konsentrasi yang lebih tinggi  dari auksin.
Tahap 3 : persiapan planlet sebelum aklimtisasi
Tunas atau planlet yang dihasilkan dari tahap II  tersebut umumnya masih sangat kecil atau tunasnya belum dilengkapi denga akar sehingga belum mampu untuk mendukung pertumbuhanya dalam kondisi in-vitro. Oleh karena itu, dalam tahap ini masing-masing planlet yang dihasilkan ditumbuhkan untuk pembesaran, pengakaran perangsangan aktifitas fotosintesisnya. Teknik untuk mendapat kan plantula  yang siap untuk dipindahkan ke media terestial pada tahap IV antara lain:
1.      Media untuk perakaran dan perpanjangan tunas
 Media perakaran yang yang digunakan  tanpa penambahan zat pengatur tumbuh. Kluster tunas yang di hasilkan pada tahap II  disimpan pada media tanpa zpt dengan  kelembaban yang sangat tinggi.
2.      Individu tunas disubkulturkan dengan mengurangi konsentrasi atau tanpa penambahan sitokinin dan konsentrasi auksin.
  Tanaman hasil pengakaran  diletakan  pada media  padat. Atau dengan cara memindahkan dia kemedia yang berisi auksin. Atau propagul dicelupkan dalam larutan pengakaran sebantar dan selanjutnya ditanam dalam media tanpa auxin.
3.      Tahapan pemanjangan.
Tahapan ini dilakukan  dengan cara meletakan propagul medium agar tanpa dengan konsentrasi yang sangat rendah sitokinin selama 1-2 minggu. Pada tanaman lain menggunakan penambahan GA3 dalam medium. Selanjutnya propagul dipindahkan ke media lain.
4.      Penggunaan media aklimatisasi
 Penggunaan media aklimatisasi dan lingkungan kultur  dengan penyinaran yang lebih intensitas cahayanya untuk perangsangan aktifitas fotosintesis, misalnya  penggunaan  media dengan  konsentrasi gula rendah, penambahan intensitas cahaya, perlakuan dengan carbon dioksida.
Tahap 4 : aklimatisasi
Tahapan ini adalah tahapan pemindahan planlet dari kondisi in-vitro ke kondisi in-vivo. Tahap ini sangat penting dan harus dilakukan secara hati-hati, karena jika tidak dilakukan dengan baik maka sebagian besar planlet yang dihasilkan dapat mati. Planlet dikeluarkan dari botol dan  agar yang melekat pada akarnya dibersihkan, direndam dalam larutan fungisida, lalu ditanam dalam kompos atau medium porous yang bersih untuk merangsang pembentukan akar-akar serabutnya unrtuk mencegah kematian planlet akibat tranpirasi, planlet disungkup dengan plastik atau ditempatkan pada ruangan dengan kelembaban tinggi, dengan suhu ruangan dan diletakan pada  ditempat yang ternaungi dengan intensitas cahaya 30%.

Melakukan Sub Kultur (Inokulum)
Sub kultur dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan di perlukan agar diperoleh pucuk atau anakan yang banyak. Satu pucuk inokulum dapat di perbanyak menjadi 20 pucuk  yang dapat di  pisahkan menjadi 20 propagul. Sedangkan 20 propagul tersebut masing–masing telah membentuk sejumlah pucuk dan seterusnya. Kelebihan kultur ini adalah pucuk atau hasil perbanyakan pertama dapat langsung di pegunakan untuk perbanyakan selanjutnya.
Kegiatan sub kultur harus dilakukan terhadap inokulum disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
1.      Tumbuhnya eksplan cukup cepat dan telah memenuhi botol kultur
2.      Media tumbuh telah mengering yang di tandai dengan mengurangnya volume agar-agar atau media cairnya sudah habis
3.      Eksplan lebih perlu di perbanyak lagi untuk tujuan perbanyakan tahapan selanjutnya
4.      Eksplan memerlukan media yang susunannya baru agar mengalami diperensiasi lebih lanjut
Eksplan atau kalus yang sudah waktunya di pindahkan ke dalam media kultur yang baru harus segera di laksanakan dan tidak boleh terlambat. Sub kultur yang terlambat dapat menyebabkan pertumbuhan eksplan atau kalus tersebut akan terhenti atau mengalami pengcoklatan atau bahkan akan  terkontaminasi oleh bakteri atau virus. Keadaaan eksplan kemungkinan untuk di selamatkan kecil sekali karena spora jamur atau bakteri dapat menyebar dengan sangat cepat sekali.
Tahap sub kultur inokulum tujuannya agar perbanyakan eksplan selanjutnya dapat diperbanyak dengan beberapa cara. Perbanyakan stek dengan perbanyakan buku yang di lanjutkan sub kultur berkali kali dari buku ke tunas yang di hasilkan, diikuti dengan perakaran tunas, misalnya pada tanaman kentang dan jati. Metode lain yang mendorong perbanyakan tunas samping dan eksplan tunas pucuk atau stek satu buku untuk membentuk tunas majemuk seperti pada tunas pisang, vanili, nanas dan  stroberi. Perbanyakan dengan metode perbanyakan tunas samping sering di gunakan karena relatif sederhana, penyimpangan generatif relatif kacil, perbanyakan berlangsung cepat dan tanaman yang di hasilkan tumbuh baik karna terjadi rejuvenasi.
Selain perbanyakan dengan metode tersebut juga di kenal metode dengan jalur  organogenesis dan embriogenesis. Eksplan pada metode ini di rangsang pertumbuhannya untuk membentuk tunas dan embrio secara adventif baik secara langsung maupun tidak langsung. Eksplan yang sebelumnya tidak mempunyai titik tumbuh di kondisikan sedemikian rupa sehingga terbentuk organisme baru.
Perbanyakan eksplan melalui jalur organogenesis atau embriogenesis akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lengkap jika di kulturkan pada medium yang sesuai. Pola perkembangan dapat mengikuti salah satu pola berikut :
Tanaman ( organogenesis langsung ) organ, eksplan
Tanaman ( organogenesis tidak langsung) organ , kalus, eksplan
Tanaman ( embriogenesis langsung ) embrio, eksplan
Tanaman ( embriogenesis tidak langsung ) embrio, kalus, eksplan
Salah satu contoh organogenesis adalah terbentuknya tunas adventif dari eksplan potongan daun tembakau. Proses embriogenesis dapat di lihat dari proses embrio somatik dari eksplan pule pandak yang dapat di kecambahkan d di regenerasikan menjadi tanaman pule pandak.
Melipatgandakan inokulum pada kultur jaringan
Tahap penggandaan inokulum dengan mendorong pertumbuhaan dan penggandaan tunas aksilar atau untuk merangsang tunas adventif sering di gunakan sitokinin atau campuran sitokinin dengan auksin rendah. Hal ini di karenakan penggunaan konsentrasi  sitokinin yang relatif tinggi terhadap auksin akan merangsang inisiasi dan sebaliknya penggunaan auksin terlalu rendah akan merangsang inisiasi akar. Jenis sitokinin yang sering di pakai adalah BA  Benzil Adenin, karena efektifitas-nya cukup tinggi dan harganya relatif murah. Sedangkan auksin yang sering di gunakan adalah NAA ( napthalen acetic acid).
Peralatan yang di gunakan untuk penggandaan inokulum sama dengan perlatan standar untuk kegiatan inokulum eksplan. Alat-alat yang diseksi terdiri dari pinset di gunakan untuk menjepit, cawan petri di gunakan untuk alas memotong inokulum atau di gunakn untuk menyimpan sementara potongan inokulum atau di gunakan untuk menyimpan sementara potongan  inokulum sebelum di inokulasikan ke dalam media kultur. Lampu bunsen digunakan  untuk membakar atau mensterilkan alat diseksi dan eksplan. Mangkuk stainles di gunakan untuk tempat meletakan alat yang sudah di bakar oleh bunsen.
Bahan yang di gunakan dalam kegiatan penggandaan inokulum sama dengan inokulasi eksplan yaitu : alkohol 70%, alkohol 95%,tisue steril, kertas steril dan mata pisau. Alkoho di gunakan untuk mensterilkan laminar dan untuk mensterilkan tangan pekerja sebelum melakukan inokulasi dalam laminar.
Prosedur penggandaan inokulum di mulai dengan pemindahan atau sub kultur eksplan  yang hidup dan tidak terkontaminasi  dari tahap inisiasi kultur ke media yang mengandung zat pengatur tumbuh sitokinin. Tunas makro yang di hasilkan dari tahap ini selanjutnya di lakukan tahap regenersi sebelum tahap akhir yaitu induksi perakaran inokulum.
Menyiapkan plantlet pada kultur jaringan
Rangkaian tahap terahhir dalam penggandaan tanaman secara kultur jaringan adalah tahap aklimatisasi. Tahap aklimatisasi sangat penting  dan tanpa kegiatan ini tahap kultur jaringan tidak ada artinya. Hal ini di karenakan jutaan bibit hasil perbanyakan secara kultur jaringan tidak  dapat hidup dan tumbuh di lapangan secara langsung tanpa adanya tahap aklimatisasi. Prinsip dari tahap aklimatisasi ini adalah tanaman yang biasa hidup dan tumbuh pada lingkungan lab yang serba terkendali dan memiliki pola hidup yang heterotop akan di adaptasi dan di pindahkan ke lingkungan lapangan dimana tanaman harus berpola hidup sebagai tanaman autotrop.
Tahap aklimatisasi adalah tahap yang kritis karena planlet menunjukan beberapa sifat yang kurang menguntungkan apabila hidup di lingkungan lapangan, seperti :
1.      Memiliki lapisan lilin yang tidak berkembang dengan baik
2.      Sel palisasde hanya terbentuk dalam jumlah sedikit
3.      Jaringan pembuluh dari akan ke pucuk planlet kurang berkembang
4.      Stomata sering tidak berfungsi, yaitu tidak mau menutup pada laju penguapan yang tinggi
Keadaan yang kurang beeruntung tersebut menyebabkan planlet sangat peka terhadap transpirasi, serangan mikroba tanah dan cahaya yang memiliki intensitas yang tinggi. Planlet dengan karakteristik tersebut apabila di pindahkan secara langsung pada kondisi lapangan  akan mudah layu dan kering.
Keberhasilan tahap aklimatisasi   planlet juga tergantung pada tingginya mutu tunas yang di hasilkan pada tahap sebelumnya. Selain itu berapa tahap pengokohan planlet dapat meningkatkan mutu tunas planlet sehingga dapat di aklimatisasi dengan persentase keberhasilan tinggi. Beberapa pengokohan planlet yang dapat di  lakukan sebagai berikut :
1.      Mengkondisikan tempat yang pencahayaannya lebih tinggi dan suhunya tinggi
2.      Kultur tanaman jati dapat dapat di kondisikan pada ruangan dengan temperatur 25+2 0C dan periode terang (1000-3000 lux) selama 16 jam perhari
3.      Pemanjangan dan perakaran tunas mikro di lakukan dalam media kultur dengan komposisi hara, mineral dan sukrosa lebih rendah serta konsentrasi aga-agar yang lebih tinggi.
Planlet yang tumbuh dalam botol  kultur pada media agar-agar akan mudah tumbuh oleh mikro organisme, maka sebelum planlet ditanam harus  dipersiapkan terlebih yaitu dengan dikeluarkan dari botol kultur, dicuci dan diseleksi.
Planlet yang ditumbuhkan pada media agar-agar saat dikeluarkan pada media botol biasanya masih ada agar-agar yang menempel pada akar dan tertarik keluar. Oleh karena itu planlet harus dicuci menggunakan air bersih sampai tidak ada agar-agar yang menempel. Media agar agar yang mengandung gula atau sukrosa akan mudah ditumbuhi mikroorganisme sehingga jika masih ada agar-agar yang tertinggal planlet maka organisme lain kan tumbuh pada daerah itu. Selain itu planlet sebelum di tanam di media aklimatisasi juga dapat di perlakuan fungisida dan bakterisida untuk mencegah serangan mikroorganisme pada tempat tersebut.
Planlet sebelum di tanam pada media aklimatisasi sebaiknya di lakukan seleksi berdsrkan kelengkapan organnya.
Menanam planlet pada media aklimatisasi
Media agar-agar yang ada dalam botol kultur yang di simpan di lab kultur jaringan merupakan tempat asal kehidupan planlet. Media agar-agar tempat tumbuh planlet merupakan tempat tumbuh yang istimewa karena keadaanya steril dengan kelembaban yang tinggi dan mengandung jumlah nutrisi dan jumlahnya mencukupi untuk kehidupan planlet tersebut. Oleh karena itu apabila akan menanam planlet di lingkungan lapangan yang kondisinya berbeda dengan lingkungan awalnya maka pada tahap awal aklimatisasi planlet harus di beri lingkungan yang tidak jauh berbeda dengan kondisi lingkungan asalnya.
Guna mendukung tingkat keberhasilan aklimatisasi yang tinggi maka sebaiknya media tanam untuk aklimatisasi di kukus terlebih dahulu minimal selama 4 jam sehingga media tanam menjadi steril. Adapun media tanam untuk aklimatisasi adalah arang sekam, pecahan arang, potongan pakis, kompos di campur dengan tanah ayakan dan lain-lain. Contohnya pada planlet anggrek cocok pada potongan pakis dan bisa di campur dengan pecahan arang kayu. Planlet jati sangat cocok pada campuran tanah dan arang sekam dengan perbandingan 1:1 atau tanah di campur serbuk sabut kelapa 1:1, atau tanah kompos halus 1:1.
Planlet setelah disiapkan media untuk di aklimatisasi selanjutnya dilakukan penanaman pada media tersebut. Planlet atau tunas mikro ditanam dimedia aklimatisasi dalam bak semai, bedengan atau polybak dengan pengaturan intensitas cahaya yang rendah dan kelembaban tinggi.  Semakin rendah kelembaban lingkungan maka kecepatan transpirasi akan semakin cepat.

Memelihara planlet di lingkungan aklimaatisasi
Planlet yang telah di tanam di media aklimatisasi agar dapat hidup di lingkungan lapangan aka pemeliharaanya harus di lakukan pengadaptasian secara bertahap kondisi kelembaban lingkungannya dan meningkatkan secara bertahap.
Pemeliharaan planlet dilingkungan aklimatisasi meliputi pembukaan sungkup, pemupukan dan penambahan pupuk dan sinar matahari. Media tanam planlet pada prinsipnya harus lembab sehingga kebutuhan air untuk proses pertumbuhan tanaman selalu terpenuhi. Penyiraman pada planlet sebaiknya di lakukan dua kali sehari yang berguna untuk melarutkan unsur hara yang di butuhkan oleh tanaman dan menjaga kondisi kelembaban media.
Proses awal pemeliharaan planlet di lapangan di lakukan dengan cara pengaturan intensitas cahaya matahari sekitar 40-50%. Hal ini berguna untuk mengadaptasikan planlet yang biasanya hidup di dalam lab yang cahayanya hanya didapat dari lampu. Perubahan intesitas cahaya yang drastis mencapai 75% yang akan menyebabkan stres planlet dan dapat menyebabkan kematian. Planlet pada umur berkisar antara 5-7 hari setelah penanaman dapat di berikan intesitas cahaya sampai 70%.
Pemupukan untuk meningkatkann pertumbuhan planlet dapat di lakukan satu minggu setelah penanaman planlet. Pupuk yang di anjurkan adalah pupuk daun seperti hyponex, gandasil, atau baypolan agar pupuk yang di berikan langsung di serap oleh daun untuk pertumbuhan tanaman. Pemupukan dapat di lakukan satu minggu sekali, pemupukan tersebut bisa bersama dengan pestisida jika ada hama dan penyakit pada planlet yang dipemelihara ditempat aklimatisasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan mikropropagasi
1)    Genotif Tanaman
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan morfologis eksplan dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Pengaruh genotif ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang erat hubungannya dengan pertumbuhan eksplan seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur dan lain-lain. Oleh karena itu komposisi media, zat pengatur tumbuh dan linggkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing tanaman bervariasi meskipun tehnik kultur jaringan yang di terapkan sama.
Perbedaan respon genotif tanaman tersebut dapat diamati pada perbedaan eksplan masing-masing varietas untuk tumbuh dan beregenerasi.
2)    Media Kultur
Perbedaan komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan zat media yang digunakan akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang akan dikulturkan.
a.     Komposisi Media
Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam an-organik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi eksplan saat dikulturkan. Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimumnya, pada suhu ruang kultur di bawah optimum, pertumbuhan eksplan lebih lambat, namun pada suhu diatas optimum pertumbuhan tanaman juga akan terhambat akibat tingginya pertumbuhan eksplan.
b.    Kelembaban Relatif
Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut botol  yang ditutup pada umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka kelembaban relatif dalam botol relatif rendah, sedangkan kelembaban pada kultur jaringan relatifnya adalah 70%. Jika kelembaban relatif ruang kultur di bawah 70% maka akan menyebabkan media dalam botol kultur akan cepat menguap dan kering eksplan yang di kultur kan akan cepat habis medianya, maka sebaliknya jika kelembaban tinggi tanaman akan tumbuh abnormal yaitu daun lemah, mudah patah tanaman kecil namun terlampau sukulen, tanaman tesebut di namakan “vitrifikasi”
c.     Cahaya
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi  in-vitro kuantitas dan kualitas cahaya,yaitu intensitas cahaya, lama penyinaran dan gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur in-vitro. Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur in-vitro umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus petumbuhan kalus dipengaruhi oleh cahaya.
Pada perbanyakan tanaman pada in-vitro kultur pada umumnya diinkubasi  pada ruang penyimpanan dengan penyinaran. Tunas-tunas pada umumnya diransang pertumbuhannya dengan penyinaran,kecuali pada teknik perbanyakan  yang diawali dengan pertumbuhan kalus. Sumber cahaya pada ruang kultur ini umumnya adalah lampu flaurescen. Hal ini disebabkan karena lampu TL menghasilkan cahaya warna putih, selain itu warna putih tidak meningkatkan suhu   ruangan kultur secara drastis, hanya meningkat sedikit. Intensits cahaya yang di gunakan pada ruangan kultur umumnya jauh lebih rendah dari intensitas cahaya yang dibutuhkan oleh tanaman dalam keadaan normal.
Selain intensitas cahaya, lama penyinaran atau photoperiodisitas juga mempengaruhi pertumbuhan eksplan yang di kulturkan, lama penyinaran biasanya disesuaikan dengan kebutuhan tanaman sesuai dengan kondisi alaminya. Periode terang dan gelapnya umumnya diatur pada kisaran 8-16 jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung varietas tanaman yang dikulturkan .
1.    Kondisi Eksplan
Pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur jaringan sangat di pengaruhi oleh jaringan tanaman yang di gunakan sebagai eksplan. Selain faktor genetis eksplan yang telah disebut di atas, kondisi eksplan yang mempengaruhi keberuntungan kultur adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase jaringan fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan. Meskipun masing-masing sel tanaman memiliki kemampuan  totipotensi, namun masing-masing jaringan memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan beregenerasi dalam kultur jaringan, oleh karena itu eksplan yang digunakan  untuk masing-masing kultur berbeda-beda tergantung tujuannya,. Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan beregenarasi. Umumnya eksplan yang berasal dari  jaringan tanaman yang masih muda lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang telah diverensiasi lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum komplek sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan tua oleh karena itu, inisiasi kultur biasanya di lakukan dengan menggunakan pucuk muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, inflorenscence, yang belum dewasa. Jika eksplan di ambil dari tanaman dewasa, rejupenilisisasi tanaman induk melalui pemangkasan atau pemupukan dapat membantu untuk memperoleh eksplan muda agar  kultur berhasil. Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan kultur. Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak, namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan regenerasi sebaliknya semakin besar eksplan maka semakin besar kemungkinannya membawa penyakit dan makin sulit untuk di sterilkan. Membutuhkan ruang   dan media kultur yang lebih banyak. Ukuran eksplan yang sesuai sangaat tergantung dari jenis tanaman yang di kulturnya, teknik dan tujuan pengulturannya.



















BAB III
KESIMPULAN
1.      KESIMPULAN
Proses dalam melakukan kultur jaringan harus melalui tahapan-tahapan yang sesuai dengan prosedur, bila terjadi penyimpangan atau pun perlakuan yang tidak sesuai maka pengulturan akan mengalami hambatan. Untuk itu seyogyanya bisa dipahami dahulu langkah kerja.
Bahan yang digunakan dan peralatan harus steril agar tidak terjadi kontaminasi terhadap eksplan, sehingga tidak menyebabkan penyakit dimasa yang akan datang bila tanaman sudah dewasa.
Tanaman yang di kulturkan sebaiknya tanaman yang memiliki nilai komersial tinggi, yang sedang booming di masyarakat, masa produksinya bisa lebih cepat dari biasanya, unggul dalam hal genetik, taahan terhadap serangan hama dan penyakit.
Kultur jaringan yang membutuhkan biaya yang cukup besar diawal tahapan, sehingga tidak bisa  diaplikasikan langsung oleh petani maupun kelompok tani yang bermodal kecil. Hanya bisa dilakukan oleh intansi pemerintah atau perusahan swasta yang memiliki dana yang cukup.
Pengetahuan tentang  bahan kimia harus paham benar mengenai fungsi dan fatalnya bahan terebut. Sehingga bisa mendapatkan hasil yang optimal dan tidak terjadi pemborosan.
Proses aklimatisasi diruangan yang hampir sama dengan keadaan di labolatorium. Untuk itu perlu disimpan pada rumah kasa yang suhunya bisa dikontrol, dan diatur sesuai kebutuhan tanaman.
Setelah proses aklimatisasi di anggap mumpuni bagi tanaman  maka tanaman bisa langsung ditanam di tempat persemaian.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar